Hai para blogger yang semoga selalu dalam lindungan Allah.
Bagaimana kabar iman? Bagaimana kabar hati? Masihkah ia menunggu sang pujangga?
Atau kau telah menemukan cinta sejati? Berbahagialah kalian yang telah
disandingkan oleh Allah dengan lelaki yang terbaik. Sejatinya, tidak ada yang
menginginkan sendiri di dunia ini. Selalu butuh sandaran sebagai teman cerita,
diskusi dan bekerjasama. Huaa.. Buat temen-temen yang mengaku aktivis dakwah
pastinya klo ngomongin masalah Hati, nggak bakalan jauh-jauh sama soal NIKAH..
Pernikahan. Siapa sih yang nggak mw melewati proses itu?
Khususnya untuk orang yang masih mengakui adanya Allah dan taat
beriman, insya Allah mempunyai impian untuk menjalani proses ini dengan baik.
Pernikahan adalah sunah rosul, dimana menjalaninya adalah proses memenuhi
setengah diin. Kenapa setengah diin? Karena tidak mudah dalam melaksanakan
ibadah ini. Dimana kita harus menyatukan bukan dua insan lagi, tapi dua keluarga.
Tapi maaf saya belum bisa menjabarkannya lebih, karena saya pun belum menjalani
proses ini.
Setelah membaca buku Saksikan
Bahwa Aku Seorang Muslim nya Kang Salim A. Fillah, jadi dapat inspirasi
buat nulis masalah sensitive ini. Lumayan bisa jadi peringatan buat temen-temen
khususnya aku pribadi. Oke, kita mulai dari anggapan para pemuda tentang
pernikahan. Ketika ditanya tentang keinginan menikah, banyak temen-temen
aktivis yang menjawab: “Saya ingin
menikah, insya Allah nati setelah mengoptimalkan produktivitas da’wah saya. Ada
banyak hal yang belum saya lakukan. Kontribusi da’wah saya masih terlalu kecil”.
Dari jawaban ini bisa kita simpulkan bahwa anggapan tersebut seakan mengadakan
pertentangan tentang produktivitas dakwah dengan pernikahan. Seolah-olah,
puncak prestasi dakwah selalu kita raih sebelum kita menikah.
Kata Kang Salim dalam bukunya: “Dalam pengamatan saya, cara
berfikir ini bermula dari persepsi bahwa ‘menikah
dengan seorang akhwat yang sholihah adalah buah dari da’wah’. Pernikahan
dipersepsikan sebagai salah satu terminal perhentian, tempat memetik manfaat.
Pernikahan tidak dianggap sebagai bagian dari dakwah. Pernikahan tidak dianggap
sebagai episode tempat dua orang saling menguatkan untuk lebih berkontribusi
dan ‘berprestasi’ dalam dakwah. Seakan pernikahan adalah episode baru yang -kasarnya-
menjdi tujuan dari dakwahnya selama ini”. Kalau baca kata-kata Kang Salim
diatas, saya jadi inget kata Ust. Umar Hadi saat mentaujih kita di acara
Mukhoyam Madrasah Qiyadah: “Orang-orang yang berdakwah dengan tujuan untuk
mendapatkan seorang akhwat maka dia adalah PENJAHAT DAKWAH. Selain itu,
PENJAHAT DAKWAH juga adalah orang-orang yang mengkambing hitamkan dakwah, jika
nilai-nilai kuliahnya menurun”. Sungguh teguran yang sangat keras untuk kami,
saat itu hampir semua peserta menangis mendengar kata-kata Ustad Umar. Saya pribadi
jadi bertanya-tanya kembali,sekaligus muhasabah diri, Sudahkah selama ini
setiap langkah kita diniatkan hanya untuk Allah? Walau tak dipungkiri, sering
saja terbesit niat-niat kedua, ketiga bahkan lebih dari itu, dan sering pula
terselipkan VMJ di hati kita. ‘Ya Allah
ampunilah diri ini, jika sering niat awal karena Mu tergantikan oleh niat-niat
yang lain’. Maka dari itu, solusinya adalah selalu memperbarui niat
disetiap langkah dakwah kita.
Kembali ke topik awal, masalah hati. Nah sering kali
terselipkan VMJ dikalangan aktivis dakwah. Hasil penilitian saya pribadi, faktor
timbulnya VMJ itu ada 3:
1. Sering terjadinya interaksi antara ikhwan dan akhwat
diluar konteks dakwah,
2. Adanya rasa senasib antara akhwat dan ikhwan sehingga
menyebabkan seringnya Saling CURHAT,
3. Mungkin akhwatnya yang kurang bisa jaga hijab dengan
tabaruj nya atau ikhwan yang sering TP (Tebar pesona).
Hayoo kalian termasuk korban nomer berapa? Hehehe. Perasaan
suka itu fitrah milik semua insan kawan, yakinlah itu. Hanya saja yang sering
kali salah adalah proses kita menghadapi rasa itu. Terkadang karena rasa itu,
kita bisa jadi malas dalam bergerak karena fikirin kita menjadi terforsir besar
memikirkan masalah hati. Bahkan bisa jadi sebaliknya, semakin semangat bergerak
tapi jika ada si dia saja dalam kegiatan-kegiatannya. Duh aduh,, itulah
fenomena yang sering terjadi di kalangan anak muda, bahkan aktivispun begitu.
Terkadang ada beberapa orang yang tidak setuju jika saya
menulis tentang masalah hati di kalangan aktivis secara jujur. Menurut mereka
saya seakan mengumbar aib aktivis di kalangan orang-orang yang selama ini
menganggap aktivis baik. Boleh saya katakan bahwa masalah hati ini bukanlah
aib, ini adalah rasa yang memang ada untuk manusia normal. Maka dari itu kawan,
bisa saya katakan dengan jelas bahwa aktivis adalah manusia normal yang
memiliki rasa cinta pula. Bedanya mereka hanya bisa menyimpan rasa itu dan
tidak merealisasikanya dengan ‘pacaran’. Tapi tidak sedikit pula yang tidak
dapat menahan rasa itu sehingga akhirnya pacaran diam-diam, yang penting ada
status diantara mereka, kalau udah ditahap ini sih, saya no comment juga,
kembali ke diri masing-masing. Biarkan itu urusan mereka dan Allah. (Nakutin banget sih na ngomongnya,,hehehe).
Tapi jangan pernah menjauhi orang-orang yang sudah terlanjur ke tahap pacaran
teman-teman. Karena mungkin saja mereka sedang khilaf dan membutuhkan patner
tempat mencurahkan semua rasa, atau bisa saja mereka kurang perhatian dari
kalian. Jadi menghadapi teman yang sedang menjalani pacaran adalah berikanlah
perhatian lebih dan mendo’akanya semoga selalu dalam lindungan Allah. Sehingga tidak
sampai terjurumus ke prilaku maksiat.
Sebenernya solusi yang baik buat qolbu yang sedang dilema adalah
MENIKAH bila sudah siap. Karena hukum nikahpun ada banyak. Ada yang wajib bila
orang itu sudah siap, dan tidak bisa menahan lagi hawa nafsunya. Bisa jadi
boleh jika ia sudah siap tapi masih bisa menahan hawa nafsunya, sunah, haram,
dll. Tapi buat para sahabat yang terperangkap rasa cinta pada seorang pangeran
tapi rasanya belum siap untuk menikah. Maka saran saya adalah carilah kejelekan
dia, sehingga saat rasa itu
membumbung tinggi ada penawarnya dari diri sendiri. Saya sendiri pernah
merasakannya dan bisa dikatakan sedang dalam proses itu, proses mencari
kejelekannya. Mencari kejelekan bukan untuk hal yang buruk, karena untuk orang-orang
yang sedang merasakannya, pasti tau deh kalau sosok itu selalu sempurna di mata
kita. Nah dengan mengetahui kejelakannya itu, kita bisa sadar dan menghilangkan
pelan-pelan rasa itu hingga netral deh hatinya. Bolehlah dicoba dulu.hehehe..
Rasa suka itu fitrah kawan-kawan. Dan pastinya kita semua
menginginkan akhir yang baik dari kisah cinta kita, yaitu keinginan untuk bisa
bersanding dengannya. Inginnya dia yang menjadi jodoh kita. Yah, untuk yang
sudah siap, saran saya sih coba saja mengajukan namanya ke Murobiyah kalian..
karena mnurut opini kaka kelas yang saya ajak diskusi, justru murobiyahnya
sangat senang jika mad’unya sudah menemukan calon pendampingnya. Yah,
setidaknya mengurangi sdikit tanggung jawabnya mencari sosok pangeran buat mad’unya.
Walau seperti saya pribadi, inginnya sih dia yang mengawali. Tapi takut semua
itu hanya harapan semu jika tidak kita mulai. Sedikit curhatan: Ya Allah jika
memang ia jodohku, jagalah hatinya dan hatiku. Mudahkanlah proses kami menuju
jalan yang Kau ridhoi, Tapi jika bukan ia jodohku bantu aku menghilangkan rasa
itu dari sekarang, agar aku tak pernah merasakan sakit hati kehilangan dirinya”
hufhh.. berat memang, jika akhirnya perasaan yang sangat dalam ini harus berakhir
dan digantikan dengan pangeran yang lebih baik nantinya. Tetapi dalam hidup
selalu ada pilihan antara menikahi orang yang dicintai atau mencintai orang
yang dinikahi. Yang pertama hanyalah kemungkinan, sedangkan yang kedua adalah
kewajiban. Maka apapun akhirnya nanti insya Allah ikhlas harus mengawali semua
prosesnya. Yakinlah Allah lebih tau yang terbaik untuk kita.
Cukup Sekian sedikit bincang-bincang masalah hati part 1,
nantikan kelanjutannya.. Salam Blogger..^^
Yusna Fadliyyah Apriyanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar