Jumat, 17 Februari 2012

#Masalah HATI part 1


Hai para blogger yang semoga selalu dalam lindungan Allah. Bagaimana kabar iman? Bagaimana kabar hati? Masihkah ia menunggu sang pujangga? Atau kau telah menemukan cinta sejati? Berbahagialah kalian yang telah disandingkan oleh Allah dengan lelaki yang terbaik. Sejatinya, tidak ada yang menginginkan sendiri di dunia ini. Selalu butuh sandaran sebagai teman cerita, diskusi dan bekerjasama. Huaa.. Buat temen-temen yang mengaku aktivis dakwah pastinya klo ngomongin masalah Hati, nggak bakalan jauh-jauh sama soal NIKAH..

Pernikahan. Siapa sih yang nggak mw melewati proses itu?
Khususnya untuk orang yang masih mengakui adanya Allah dan taat beriman, insya Allah mempunyai impian untuk menjalani proses ini dengan baik. Pernikahan adalah sunah rosul, dimana menjalaninya adalah proses memenuhi setengah diin. Kenapa setengah diin? Karena tidak mudah dalam melaksanakan ibadah ini. Dimana kita harus menyatukan bukan dua insan lagi, tapi dua keluarga. Tapi maaf saya belum bisa menjabarkannya lebih, karena saya pun belum menjalani proses ini.
Setelah membaca buku Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim nya Kang Salim A. Fillah, jadi dapat inspirasi buat nulis masalah sensitive ini. Lumayan bisa jadi peringatan buat temen-temen khususnya aku pribadi. Oke, kita mulai dari anggapan para pemuda tentang pernikahan. Ketika ditanya tentang keinginan menikah, banyak temen-temen aktivis yang menjawab: “Saya ingin menikah, insya Allah nati setelah mengoptimalkan produktivitas da’wah saya. Ada banyak hal yang belum saya lakukan. Kontribusi da’wah saya masih terlalu kecil”. Dari jawaban ini bisa kita simpulkan bahwa anggapan tersebut seakan mengadakan pertentangan tentang produktivitas dakwah dengan pernikahan. Seolah-olah, puncak prestasi dakwah selalu kita raih sebelum kita menikah.

Kata Kang Salim dalam bukunya: “Dalam pengamatan saya, cara berfikir ini bermula dari persepsi bahwa ‘menikah dengan seorang akhwat yang sholihah adalah buah dari da’wah’. Pernikahan dipersepsikan sebagai salah satu terminal perhentian, tempat memetik manfaat. Pernikahan tidak dianggap sebagai bagian dari dakwah. Pernikahan tidak dianggap sebagai episode tempat dua orang saling menguatkan untuk lebih berkontribusi dan ‘berprestasi’ dalam dakwah. Seakan pernikahan adalah episode baru yang -kasarnya- menjdi tujuan dari dakwahnya selama ini”. Kalau baca kata-kata Kang Salim diatas, saya jadi inget kata Ust. Umar Hadi saat mentaujih kita di acara Mukhoyam Madrasah Qiyadah: “Orang-orang yang berdakwah dengan tujuan untuk mendapatkan seorang akhwat maka dia adalah PENJAHAT DAKWAH. Selain itu, PENJAHAT DAKWAH juga adalah orang-orang yang mengkambing hitamkan dakwah, jika nilai-nilai kuliahnya menurun”. Sungguh teguran yang sangat keras untuk kami, saat itu hampir semua peserta menangis mendengar kata-kata Ustad Umar. Saya pribadi jadi bertanya-tanya kembali,sekaligus muhasabah diri, Sudahkah selama ini setiap langkah kita diniatkan hanya untuk Allah? Walau tak dipungkiri, sering saja terbesit niat-niat kedua, ketiga bahkan lebih dari itu, dan sering pula terselipkan VMJ di hati kita. ‘Ya Allah ampunilah diri ini, jika sering niat awal karena Mu tergantikan oleh niat-niat yang lain’. Maka dari itu, solusinya adalah selalu memperbarui niat disetiap langkah dakwah kita.

Kembali ke topik awal, masalah hati. Nah sering kali terselipkan VMJ dikalangan aktivis dakwah. Hasil penilitian saya pribadi, faktor timbulnya VMJ itu ada 3:
1. Sering terjadinya interaksi antara ikhwan dan akhwat diluar konteks dakwah,
2. Adanya rasa senasib antara akhwat dan ikhwan sehingga menyebabkan seringnya Saling CURHAT,
3. Mungkin akhwatnya yang kurang bisa jaga hijab dengan tabaruj nya atau ikhwan yang sering TP (Tebar pesona).
Hayoo kalian termasuk korban nomer berapa? Hehehe. Perasaan suka itu fitrah milik semua insan kawan, yakinlah itu. Hanya saja yang sering kali salah adalah proses kita menghadapi rasa itu. Terkadang karena rasa itu, kita bisa jadi malas dalam bergerak karena fikirin kita menjadi terforsir besar memikirkan masalah hati. Bahkan bisa jadi sebaliknya, semakin semangat bergerak tapi jika ada si dia saja dalam kegiatan-kegiatannya. Duh aduh,, itulah fenomena yang sering terjadi di kalangan anak muda, bahkan aktivispun begitu.

Terkadang ada beberapa orang yang tidak setuju jika saya menulis tentang masalah hati di kalangan aktivis secara jujur. Menurut mereka saya seakan mengumbar aib aktivis di kalangan orang-orang yang selama ini menganggap aktivis baik. Boleh saya katakan bahwa masalah hati ini bukanlah aib, ini adalah rasa yang memang ada untuk manusia normal. Maka dari itu kawan, bisa saya katakan dengan jelas bahwa aktivis adalah manusia normal yang memiliki rasa cinta pula. Bedanya mereka hanya bisa menyimpan rasa itu dan tidak merealisasikanya dengan ‘pacaran’. Tapi tidak sedikit pula yang tidak dapat menahan rasa itu sehingga akhirnya pacaran diam-diam, yang penting ada status diantara mereka, kalau udah ditahap ini sih, saya no comment juga, kembali ke diri masing-masing. Biarkan itu urusan mereka dan Allah. (Nakutin banget sih na ngomongnya,,hehehe). Tapi jangan pernah menjauhi orang-orang yang sudah terlanjur ke tahap pacaran teman-teman. Karena mungkin saja mereka sedang khilaf dan membutuhkan patner tempat mencurahkan semua rasa, atau bisa saja mereka kurang perhatian dari kalian. Jadi menghadapi teman yang sedang menjalani pacaran adalah berikanlah perhatian lebih dan mendo’akanya semoga selalu dalam lindungan Allah. Sehingga tidak sampai terjurumus ke prilaku maksiat.

Sebenernya solusi yang baik buat qolbu yang sedang dilema adalah MENIKAH bila sudah siap. Karena hukum nikahpun ada banyak. Ada yang wajib bila orang itu sudah siap, dan tidak bisa menahan lagi hawa nafsunya. Bisa jadi boleh jika ia sudah siap tapi masih bisa menahan hawa nafsunya, sunah, haram, dll. Tapi buat para sahabat yang terperangkap rasa cinta pada seorang pangeran tapi rasanya belum siap untuk menikah. Maka saran saya adalah carilah kejelekan dia, sehingga saat rasa itu membumbung tinggi ada penawarnya dari diri sendiri. Saya sendiri pernah merasakannya dan bisa dikatakan sedang dalam proses itu, proses mencari kejelekannya. Mencari kejelekan bukan untuk hal yang buruk, karena untuk orang-orang yang sedang merasakannya, pasti tau deh kalau sosok itu selalu sempurna di mata kita. Nah dengan mengetahui kejelakannya itu, kita bisa sadar dan menghilangkan pelan-pelan rasa itu hingga netral deh hatinya. Bolehlah dicoba dulu.hehehe..

Rasa suka itu fitrah kawan-kawan. Dan pastinya kita semua menginginkan akhir yang baik dari kisah cinta kita, yaitu keinginan untuk bisa bersanding dengannya. Inginnya dia yang menjadi jodoh kita. Yah, untuk yang sudah siap, saran saya sih coba saja mengajukan namanya ke Murobiyah kalian.. karena mnurut opini kaka kelas yang saya ajak diskusi, justru murobiyahnya sangat senang jika mad’unya sudah menemukan calon pendampingnya. Yah, setidaknya mengurangi sdikit tanggung jawabnya mencari sosok pangeran buat mad’unya. Walau seperti saya pribadi, inginnya sih dia yang mengawali. Tapi takut semua itu hanya harapan semu jika tidak kita mulai. Sedikit curhatan: Ya Allah jika memang ia jodohku, jagalah hatinya dan hatiku. Mudahkanlah proses kami menuju jalan yang Kau ridhoi, Tapi jika bukan ia jodohku bantu aku menghilangkan rasa itu dari sekarang, agar aku tak pernah merasakan sakit hati kehilangan dirinya” hufhh.. berat memang, jika akhirnya perasaan yang sangat dalam ini harus berakhir dan digantikan dengan pangeran yang lebih baik nantinya. Tetapi dalam hidup selalu ada pilihan antara menikahi orang yang dicintai atau mencintai orang yang dinikahi. Yang pertama hanyalah kemungkinan, sedangkan yang kedua adalah kewajiban. Maka apapun akhirnya nanti insya Allah ikhlas harus mengawali semua prosesnya. Yakinlah Allah lebih tau yang terbaik untuk kita.

Cukup Sekian sedikit bincang-bincang masalah hati part 1, nantikan kelanjutannya.. Salam Blogger..^^



Yusna Fadliyyah Apriyanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar