Mati
di Usia Muda!!
Oleh: Yusna Fadliyyah Apriyanti
Berada
diantara dua teman baik yang sangat berbeda membuatku bingung dalam bersikap.
Aku, Bagas dan Randy sekarang masih mejadi mahasiswa di Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia. Aku memiliki dua orang sahabat sejak masuk SMA, Randy
dan Bagas. Kami ditempatkan di kelas yang sama saat mengambil jurusan IPA di
SMA 68. Berawal dari keinginan backpacker
mengelilingi Indonesia, membuat kami selalu berkumpul bertiga dan
merencanakan mimpi kami bersama. Dari kota Yogyakarta yang masih dalam 1 pulau,
sampai Belitung alhamdulillah sudah pernah kita jelajahi bersama. Banyak
pemandangan dan kebudayaan yang menginspirasi kita di berbagai kota. Jika ingin
menikmati hidup, maka cobalah keluar dari lingkungan keseharianmu dan berani
menatap budaya baru, itu moto kita bertiga.
Kebersamaan
itu mulai memudar setelah kuantitas bertemu kita berkurang. Randy melanjutkan
kuliahnya di UGM, jurusan Geografi dan Bagas melanjutkan kuliahnya di
Universitas Swasta, jurusan Teknik Informatika. Bagas dan aku masih bisa sering
bertemu, tapi tidak dengan Randy. Jarak kadang menyulitkan komunikasi kita
walaupun di zaman ini, HP sudah tidak
asing lagi.
***
Sudah hampir 3
bulan kami berpisah. Hari minggu adalah jadwal aku, Randy dan Bagas berkumpul.
Biasanya Bagas akan main ke kostanku dan kita berdua menelfon Randy. Kami
bertukar cerita tentang pengalaman 3 bulan di kampus masing-masing. Sungguh 3
bulan yang selalu membuat berkesan setiap mahasiswa baru. Dari masa orientasi
sampai beragam orang di kampus kami ceritakan.
Randy di UGM, menjadi mahasiswa baru teraktif saat masa
orientasi. Sekarang ia menjadi ketua angkatan di sana. Teman-temannya yang
mayoritas orang jawa asli kadang membuat logat bicaranya agak aneh ditelinga
kami. Kadang kami meledeknya, saat logat ‘medok’nya mulai keluar. Sekarang dia
sedang sibuk mengurusi proyek angkatan, tugas dari BEM Geografi, yaitu membuat
seminar tentang Gempa bumi.
Bagas
juga cerita, bahwa saat ini ia sedang deket dengan teman-teman baiknya. Ia
menceritakan banyak hal. Dari sering berkumpul dengan mereka dan kadang juga backpacker bersama, melanjutkan hobi
kami dulu. Bedanya dengan Randy, Bagas lebih suka mengikuti kegiatan ekstrakulikuler
dari pada aktif di BEM.
***
Liburan pun tiba. Rabu
yang sangat kami tunggu, hari ini aku dan kedua sahabatku berjanji akan bertemu
di Kober, Depok. Rencananya mereka akan ku ajak mengelilingi kampus UI, dengan
menggunakan bikun (bis kuning).
Senang rasanya bisa bertemu sahabatku yang jauh, Randy. Dia berubah menjadi
laki-laki dewasa dan sangat berwibawa, sayangnya tubuhnya semakin kurus,
mungkin karena sibuk dengan organisasi, entahlah. Tapi semua kebahagiaan itu
kurang lengkap karena Bagas tidak bisa ikut dengan kami. Ia mendaki gungung
Ciremai bersama teman-temannya yang baru dan mungkin Randy tidak bisa
menemuinya di liburan singkat kali ini.
***
Tiga
hari bersama Randy, jiwa mahasiswaku semakin bangkit. Saat kita jalan-jalan ke
kota Jakarta dan melihat banyaknya anak-anak yang tidak sekolah di pinggir
jalan. Randy berinisiatif untuk mengisi waktu liburan kami dengan mengajarkan
anak-anak itu. Tempatnya tidak terlalu jelek, dibawah kolong jembatan. Semua
perjuangan ini tidak berjalan mulus, kadang dari orang tua yang tidak menyetujui
anak-anaknya berhenti mencari nafkah sampai preman-preman
yang meminta jatah karena menganggap kami memasuki wilayahnya. Kami berdua mengajak beberapa teman SMA dulu, untuk
ikut mengisi waktu kosongnya dengan kegiatan amal ini, sekaligus menambah
bantuan tenaga kerja.
Bagaimana
kabar Bagas? Dia tidak memberi kabar sedang dimana dia saat ini, mungkin saja
karena di daerah gunung sangat sulit mencari sinyal hp, semoga Allah selalu menjaganya..amin..
***
“Yudh,
aku titip anak-anak ini yah. Besok aku harus kembali ke Yogyakarta”. Randy
merangkul bahuku dan berkata dengan tulus.
“Siip
Randy, percayalah padaku. Aku dan teman-teman akan berusaha untuk terus
menjalankan kegiatan ini dengan baik. Semoga suatu saat nanti, kita bisa
membuat sekolah yang layak untuk mereka”. Kataku dengan sambil mengacungkan dua jempol padanya.
“Aku
tahu, aku selalu bisa mengandalkanmu sahabatku”. Katanya sambil menepuk bahuku.
Memang sikapnya sudah seperti orang dewasa, aku heran sedikit dan berusaha
menyamai kewibawaannya.
***
“Assalamu’alaikm Yudha”. Salam orang yang menelfon
diseberang. Aku tahu itu suara sahabat yang selalu kurindukan.
“Wa’alaikumsalam Randy”. Jawabku dengan gembira.
“Yudh, aku baru dapat amanah di Sosialisasi Masyarakat
BEM Geografi UGM nih”.
“Alhamdulillah, kebetulan sekali, aku juga masuk dalam
struktur kepengurusan Sosmas BEM Universitas Indonesia”. Jawabku gembira
mendengar nasib kita yang sama.
“Wah, kalau begitu, bagaimana kalau kita befastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam
kebaikan. Aku berjuang di Yogyakarta dan kamu berjuang di daerah ibu kota yah”.
Katanya berinisiatif.
“Siap.. semangat. Aku jadi lebih terpacu dalam beraksi
nyata untuk Indonesia”.
Begitulah awal dari perjuangan kami di bawah organisasi
yang sama namun dalam tempat yang berbeda. Aku berhasil memasukkan kegiatan
mengajar anak jalanan sebagai program rutinan
BEM dan Randy, ia sedang mengikuti proyek pemerintah yang bekerjasama
dengan UGM mencari solusi mengatasi kekeringan di beberapa desa sekitar gunung
kidul.
Aku semakin dekat dengan Randy, walau tetap jarak
memisahkan kita, tapi aku semakin jauh dari Bagas. Sudah lama, aku susah
menghubunginya, selalu saja sibuk. Belum ada waktu untuk mengunjungi rumahnya
saat itu. Tapi tidak pernah lupa do’a kupanjatkan untuk mereka berdua.
***
Pagi-pagi
sekali Hp ku bergetar, segera saja
aku ambil dan melihat siapa yang menelfon. Di layar hp-ku tertulis ‘Baga’s Home’. Aku baru sadar kalau pernah menyimpan
nomer rumah sahabatku itu. Kemudian aku pencet tombol angkat buru-buru.
“Assalamu’alaikum”.
“Wa’alaikumsalam,
ini dengan nak Yudha yah”. Deg. Suara
itu, suara yang sudah lama tak ku dengar. Suara ibunya Bagas. Mungkin terlihat
biasa, yang tidak biasa adalah nadanya yang khawatir dan menangis itu yang
membuatku kaget.
“Iya
bu, ini Yudha”. Jawabku dengan pasti.
“Maaf
nak Yudha, Ibu sedang mencari Bagas, apa dia menginap di rumah nak Yudha?”.
Tanyanya masih dengan nadanya yang sangat khawatir.
“Bagas
sudah lama tidak menghubungi saya bu, memangnya ada apa yah?”.
“Bagas
sudah 1 minggu tidak pulang nak, ibu samperin ke kostannya, tapi kata ibu
kost-nya, ia sudah tidak lagi disana. Ibu semakin khawatir, dan saat ibu
bertanya ke teman sekelasnya. Ibu sangat kaget..”. bicaranya tersendak-sendak
dan menarik nafas panjang.
“Katanya,
Bagas sudah di DO (Drop out) dari seminggu yang lalu, Ibu bingung nak Yudha,
bisa bantu ibu mencari Bagas dimana?”, pintanya sangat dalam.
“Insya
Allah bu, Yudha akan bantu mencari Bagas. Jika sudah ada kabar, Yudha janji
akan menghubungi ibu”. Kataku menenangkannya.
“Terimakasih
yudha”. Telefon itu kemudian tertutup dan membuka pikiran dan sangkaanku selama
ini. Hatiku selalu tidak tenang, saat sedang memikirkan dirinya. Bagas
sahabatku, dimana dirimu saat ini?
***
Aku memberitahukan berita itu pada Randy. Ia menyesal tidak bisa ikut mencari Bagas, karena saat ini
ia sedang turun lapangan mengamati dan mempelajari daerah sekitar gunung kidul
itu. Aku meminta izin untuk tidak aktif sementara waktu dari tugasku di BEM UI.
Teman-teman SMA yang juga tim mengajar anak jalanan ikut membantu mencari Bagas
yang tidak tahu dimana keberadaannya. Aku berusaha mencari kabarnya dari
teman-teman di Universitasnya. Tapi sulit juga mencari informasi disana.
“Maaf mbak, kenal Bagas nggak?”. Aku memberanikan diri
untuk bertanya kepada wanita yang sedang berdiri di depan perpustakaan.
“Oh Bagas, anak TI 2007 kan?”. Katanya balik bertanya
meyakinkan orang yang kucari.
“Iya betul, tau dia dimana mbak?”.
“Hmm,, gue tahunya, dia udah di DO dari sini, gara-gara
nunggak bayaran 2 Semester. Kebetulan gue temen sekelasnya, jadi tahu banget
masalah dia. Dia sering ga masuk, dia juga sering ngerokok di pangkalan depan,
dan yang gue tahu, denger-denger dia lagi make obat”. Katanya dengan yakin,
tidak sulit rasanya untuk mencari tahu kabar Bagas dari wanita yang satu ini.
Aku kaget mendengarnya, Astaghirullahaladzim..
Bagas pemakai narkoba? Sulit meyakini kabar miring itu. dari dulu prinsipku
adalah tidak dengan cepat mempercayai kata-kata orang sebelum melihatnya
sendiri.
***
Jam dinding menunjukkan angka 12 tepat jarum panjang dan
pendeknya. Malam ini tubuhku lelah sekali setelah mengelilingi kota depok
dengan beberapa teman sekelas Bagas, mengunjungi tempat-tempat yang mereka
yakini keberadaan Bagas. Belum sempat mata terlelap, hp-ku tiba-tiba berbunyi kencang, disana tertulis nama yang membuat
badanku merinding ‘Bagas’
“Assalamu’alaikm Bagas..”. Aku segera mengangkat dan
berteriak.
“Yudha.. tolong gue, gue takut..gue takut..”. katanya
sambil menangis, bisa dibayangkan keadaannya yang sedang kacau disana.
“Apa maksudmu Bagas,, kamu sekarang ada dimana? Beri tahu
aku, aku akan menjemput sekarang juga”.
“Gue di pinggir tol, gue bingung sekarang dimana. Dingin
yudh,..dingin.. gue takut sama semua orang, gue salah yudh.. tolong gue, gue
mau tobat…”. Tangisnya kencang. Aku bingung harus bagaimana, suara disana makin
tak tenang dan ramai. Sulit untuk fokus mendengarkan suaranya, mungkin itu
suara mobil yang melalu lalang disekitarnya.
“Gas, aku siap2 dulu. Jangan matiin hp-nya yah, kamu
jelasin pelan-pelan dimana kamu berada. Aku akan jemput kamu”. Kataku tanpa
basa basi.
“Iya yudh, gue tetep disini dan dengerin suara lo”.
Katanya pasrah. Sungguh bingung aku saat itu. hanya hatiku yang khawatir
dengannya yang menggerakan seluruh badanku. Sedih rasanya membayangkan
saat-saat kebersamaan dulu. Sulit aku mempercayai kata-kata teman bagas saat
ini. Tapi selalu saja hatiku meyakini perkataan mereka. Aku menyesal telah acuh
selama ini padanya. Ya Allah, beri aku kesempatan sekali lagi untuk menjadi
teman yang baik bagi Bagas, pintaku dalam hati.
***
Malam
itu aku menemukan Bagas berada dipinggir tol cikampek, di tengahnya gelapnya
malam Allah tetap menunjukkan jalan kepadaku hingga aku bisa menemukannya.
Bagas dalam keadaan sangat kacau saat itu. ia diturunkan oleh teman-temannya
yang ‘baik’ karena sedang Over dosis oleh obat haram yang ia gunakan. Tubuhnya
menggigil kencang dan tak tahu harus bagaimana. Dingin dan panas bergabung
dalam tubuh kurus itu.
Setelah
menemukannya, dengan segera, aku membawanya ke rumah sakit terdekat. Setelah
itu, aku memberikan kabar Bagas ke ibunya. Setelah merasa Bagas lebih tenang,
aku meminta izin pamit. Sulit untuk kuyakini apa yang kulihat hari ini. Bagas
yang dulu bersama ku adalah Bagas yang kuat dan penuh dengan semangat kebaikan.
Dialah orang yang selalu mengingatkan aku dan Randy jika sudah melakukan
hal-hal aneh, yang menurutnya keluar batas syariat.
Saat
itu pagi hari dan aku harus segera sampai di kampus. Ada presentasi yang
menunggu dengan dosen yang sangat disiplin.
***
“Randy
masuk rumah sakit yudh”. Kabar yang mengagetkanku tiba-tiba. Setelah aku
menyelesaikan presentasiku. Kakaknya Randy, Rino menelfon dan memberi kabar
menyedihkan ini. Disaat aku harus memberikan perhatian khususku pada seorang
teman, sahabat lainnya pun sedang mengalami hal perih yang sama.
“Innalillahi
wa inna ilaihi roji’un, sakit apa kak?”.
“Sebenernya
ia sudah banyak mengidap penyakit saat masuk kuliah. Sekarang masih diperiksa
dokter dan belum diberitahukan penyebab utamanya”. Kaget bukan main, aku tidak
pernah mendengar keluhan sedikitpun dari Randy soal penyakitnya ini.
“Bisakah
aku bicara dengannya?”. Tanyaku
“Dia
masih tidak sadarkan diri dari 2 hari yang lalu, kakak mohon bantuan do’a dan
jika sempat, datanglah mengunjungi Randy kemari”. Kak Rino memberikan alamat
rumah sakit yang ternyata ada di daerah ibukota.
Sungguh
Ya Allah, aku tak sanggup melihat keduanya sedang lemah seperti ini. Aku rindu
semangat dan kebersamaan kita dahulu. Sembuhkan mereka ya Allah.
***
“Gue
menyesal Gas, telah melakukan hal ini. Gue telah terbodohi dengan persahabatan
palsu mereka. Awalnya Gua bahagia karena memiliki teman yang mempunyai hobi
yang sama seperti kita bertiga. Gue tahu kelakuan bejat mereka, dan Gue
berusaha mengubah mereka dengan cara gue sendiri. Tapi, gue begitu lemah gas.. hingga akhirnya gue yang tergoda mencobanya. Awalnya biasa saja, lama-lama gue merasa
ketergantungan yang sangat dengan obat haram itu. Dan semuanya hancur mulai
saat itu. “ Yudha menarik napas panjang dan mulai menceritakan semua yang ia
rahasiakan selama ini
“ Gue akhirnya menggunakan uang semester untuk membeli obat itu, selama 1 tahun
ini. Gue malu mengatakannya pada kalian, karena saat itu gue merasa paling
hebat dari kalian. Gue merasa bisa melakukan banyak hal. Hingga gue di DO dari
kampus karena kasus menunggak uang. Gue malu gas, sama ibu. Tapi gue bingung
harus mengatakan apa, gue lebih baik kabur dari rumah, dari pada harus dimarahi
oleh ibu lagi. Disaat gue memilih tinggal bersama mereka, gue mengalami over
dosis dan dengan sangat kasar mereka membuangku di tengah tol.” tangisan
bersalahnya tak bisa dibendungi lagi, mengalir lepas dan deras. Begitu susah
untuk berkata jujur.
***
“Bagaimana
keadaannya kak?”. Tanyaku pada Kak Rino. Saat ini aku hanya bisa memantau
keadaan Randy lewat telefon. Keadaan Yudha saat ini, sangat sulit untuk
ditinggalkan. Aku tahu dia orang yang nekat, sudah berapa kali ia mencoba bunuh
diri karena malu dengan semua ini. Aku memberikan dukungan sebisaku, dan aku
berjanji akan membantunya kembali ke kehidupan yang baik dahulu. Kehidupannya
yang dekat dengan Allah dengan kebersamaan yang indah.
“Kondisinya
memburuk Gas, Randy belum sadar juga. Sekarang ia di rawat di ruang ICU.
Minggu ini ia sudah 2 kali cuci darah gas”. Kak Rino masih sama seperti
dahulu. Tetap mengabarkan dengan tenang. Sedih rasanya mendengar keadaan Randy
yang semakin buruk sedangkan aku belum sempat menjenguknya.
“Ya
Allah beri kemudahan untuk Randy, sembuhkanlah ia ya Allah”. Pintaku kepada
Allah, tempat solusi segala masalah.
“Bagas,
bisakah hari ini kamu menjenguk Randy, beri ia semangat dari dekat. Mungkin ia
merindukan suara sahabatnya ini”. Kak Rino meminta dengan sopan.
“Insya
Allah kak, sore ini aku akan segera ke Rumah sakit ginjal, Cikini”. Aku
meyakinkannya. Setelah meminta izin pada Yudha yang tidak kuberi tahu alasan
meninggalkannya, aku bergerak menuju
tempat Bagas dirawat, sambil tak lupa berdo’a pada Allah agar Randy
diberikan kesembuhan.
***
Randy
mengalami gagal ginjal dan komplikasi lainnya. Tiga bulan yang lalu ia mulai
divonis gagal ginjal oleh dokter. Tapi tiga bulan yang lalu kami baru saja
saling menyemangati dalam proyek akhirat, berastabiqul khairat. Semua
kelemahannya tidak mengganggu semangatnya untuk melakukan hal yang bermanfaat buat masyarakat.
Saat itu, aku baru menyadari sesuatu. Teringat
ceritanya dahulu, tentang kegiatannya mencari solusi kekeringan di desa sekitar
gunung kidul. Aku tahu, dia harus turun lapangan dalam menjalankan proyek itu.
Disaat ia membutuhkan banyak air dan tidak boleh menahan buang air kecilnya, disisi
lain ia menghabiskan waktunya di tanah yang tandus dan sangat jarang dengan
air. Tapi ia tetap tidak mengeluh. Kata dokter, sakitnya dipicu dengan
kurangnya minum air dan zat mineral lainnya. Sungguh aku mengagum sosoknya yang
tabah dalam segala hal. Bekerja totalitas untuk masayarakat sekitar.
***
29 januari 2010,
menjadi hari yang pilu untuk banyak orang. Randy meninggal dunia dengan tenang.
dan semua teman2 di UGM datang melayatnya, semua disana adalah orang-orang yang
pernah merasakan kebaikan Randy. Randy yang sangat dikagumi banyak orang, wafat
setelah berhasil menghasilkan sumber daya air di daerah kekeringan itu. setelah
diberikan penghargaan oleh Gubernur Yogyakarta, akhirnya ia berhenti bernafas
di hari jum’at. Hari yang termasuk dalam tanda-tanda husnul khotimah.
Lain
halnya dengan Bagas, yang akhirnya mengakhiri hidupnya dengan berhasil membunuh
diri. Ia malu menanggung semua kesalahannya di hari lalu, dan tidak yakin bisa
berubah. Ia berharap kejadian dan penyesalannya itu bisa menjadi pelajaran
untuk banyak orang, agar tidak bertindak bodoh mengikuti jejaknya. Ia wafat
sehari setelah Randy wafat. Aku meminta mereka berdua di kubur bersebelahan.
Agar aku tetap bisa berkumpul dengan mereka, walau dalam dimensi yang berbeda.
Bulan
Januari yang menyedihkan, kisah kedua temanku yang menghabiskan waktu dengan
caranya. Setiap tahun, aku selalu berdiri hormat di depan makam Randy dan duduk
termenung di depan makam Bagas. Aku melanjutkan hidup dengan caraku. Caraku
yang telah terinspirasi dengan totalitas perjuangan Randy. Walau aku tidak bisa
mengikutinya seluruhnya, tapi dengan mengikutinya, aku menemukan duniaku
sendiri. Menjadi motivator untuk banyak orang.
Dua
orang sahabat yang sama-sama tidak diberikan umur panjang oleh Allah. Mereka
berdua meninggal di Umur 21 tahun dan mengakhiri hidupnya dengan cara yang
berbeda. Dari kedua cerita ini mana jalan yang anda pilih?
Terinspirasi dari sang Motivator Muda :
Randy Bagas Yudha..