Kamis, 22 Desember 2011

#cerpen ketiga ku


Mati di Usia Muda!!
Oleh: Yusna Fadliyyah Apriyanti
Berada diantara dua teman baik yang sangat berbeda membuatku bingung dalam bersikap. Aku, Bagas dan Randy sekarang masih mejadi mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Aku memiliki dua orang sahabat sejak masuk SMA, Randy dan Bagas. Kami ditempatkan di kelas yang sama saat mengambil jurusan IPA di SMA 68. Berawal dari keinginan backpacker mengelilingi Indonesia, membuat kami selalu berkumpul bertiga dan merencanakan mimpi kami bersama. Dari kota Yogyakarta yang masih dalam 1 pulau, sampai Belitung alhamdulillah sudah pernah kita jelajahi bersama. Banyak pemandangan dan kebudayaan yang menginspirasi kita di berbagai kota. Jika ingin menikmati hidup, maka cobalah keluar dari lingkungan keseharianmu dan berani menatap budaya baru, itu moto kita bertiga.
Kebersamaan itu mulai memudar setelah kuantitas bertemu kita berkurang. Randy melanjutkan kuliahnya di UGM, jurusan Geografi dan Bagas melanjutkan kuliahnya di Universitas Swasta, jurusan Teknik Informatika. Bagas dan aku masih bisa sering bertemu, tapi tidak dengan Randy. Jarak kadang menyulitkan komunikasi kita walaupun di zaman ini, HP sudah tidak asing lagi.
***
            Sudah hampir 3 bulan kami berpisah. Hari minggu adalah jadwal aku, Randy dan Bagas berkumpul. Biasanya Bagas akan main ke kostanku dan kita berdua menelfon Randy. Kami bertukar cerita tentang pengalaman 3 bulan di kampus masing-masing. Sungguh 3 bulan yang selalu membuat berkesan setiap mahasiswa baru. Dari masa orientasi sampai beragam orang di kampus kami ceritakan.
            Randy di UGM, menjadi mahasiswa baru teraktif saat masa orientasi. Sekarang ia menjadi ketua angkatan di sana. Teman-temannya yang mayoritas orang jawa asli kadang membuat logat bicaranya agak aneh ditelinga kami. Kadang kami meledeknya, saat logat ‘medok’nya mulai keluar. Sekarang dia sedang sibuk mengurusi proyek angkatan, tugas dari BEM Geografi, yaitu membuat seminar tentang Gempa bumi.
Bagas juga cerita, bahwa saat ini ia sedang deket dengan teman-teman baiknya. Ia menceritakan banyak hal. Dari sering berkumpul dengan mereka dan kadang juga backpacker bersama, melanjutkan hobi kami dulu. Bedanya dengan Randy, Bagas lebih suka mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dari pada aktif di BEM.
***
Liburan pun tiba. Rabu yang sangat kami tunggu, hari ini aku dan kedua sahabatku berjanji akan bertemu di Kober, Depok. Rencananya mereka akan ku ajak mengelilingi kampus UI, dengan menggunakan bikun (bis kuning). Senang rasanya bisa bertemu sahabatku yang jauh, Randy. Dia berubah menjadi laki-laki dewasa dan sangat berwibawa, sayangnya tubuhnya semakin kurus, mungkin karena sibuk dengan organisasi, entahlah. Tapi semua kebahagiaan itu kurang lengkap karena Bagas tidak bisa ikut dengan kami. Ia mendaki gungung Ciremai bersama teman-temannya yang baru dan mungkin Randy tidak bisa menemuinya di liburan singkat kali ini.
***
Tiga hari bersama Randy, jiwa mahasiswaku semakin bangkit. Saat kita jalan-jalan ke kota Jakarta dan melihat banyaknya anak-anak yang tidak sekolah di pinggir jalan. Randy berinisiatif untuk mengisi waktu liburan kami dengan mengajarkan anak-anak itu. Tempatnya tidak terlalu jelek, dibawah kolong jembatan. Semua perjuangan ini tidak berjalan mulus, kadang dari orang tua yang tidak menyetujui anak-anaknya berhenti mencari nafkah sampai preman-preman yang meminta jatah karena menganggap kami memasuki wilayahnya. Kami berdua mengajak beberapa teman SMA dulu, untuk ikut mengisi waktu kosongnya dengan kegiatan amal ini, sekaligus menambah bantuan tenaga kerja.
Bagaimana kabar Bagas? Dia tidak memberi kabar sedang dimana dia saat ini, mungkin saja karena di daerah gunung sangat sulit mencari sinyal hp, semoga Allah selalu menjaganya..amin..
***
“Yudh, aku titip anak-anak ini yah. Besok aku harus kembali ke Yogyakarta”. Randy merangkul bahuku dan berkata dengan tulus.
“Siip Randy, percayalah padaku. Aku dan teman-teman akan berusaha untuk terus menjalankan kegiatan ini dengan baik. Semoga suatu saat nanti, kita bisa membuat sekolah yang layak untuk mereka”. Kataku dengan sambil mengacungkan dua jempol padanya.
“Aku tahu, aku selalu bisa mengandalkanmu sahabatku”. Katanya sambil menepuk bahuku. Memang sikapnya sudah seperti orang dewasa, aku heran sedikit dan berusaha menyamai kewibawaannya.
***
            “Assalamu’alaikm Yudha”. Salam orang yang menelfon diseberang. Aku tahu itu suara sahabat yang selalu kurindukan.
            “Wa’alaikumsalam Randy”. Jawabku dengan gembira.
            “Yudh, aku baru dapat amanah di Sosialisasi Masyarakat BEM Geografi UGM nih”.
       “Alhamdulillah, kebetulan sekali, aku juga masuk dalam struktur kepengurusan Sosmas BEM Universitas Indonesia”. Jawabku gembira mendengar nasib kita yang sama.
            “Wah, kalau begitu, bagaimana kalau kita befastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Aku berjuang di Yogyakarta dan kamu berjuang di daerah ibu kota yah”. Katanya berinisiatif.
            “Siap.. semangat. Aku jadi lebih terpacu dalam beraksi nyata untuk Indonesia”.
            Begitulah awal dari perjuangan kami di bawah organisasi yang sama namun dalam tempat yang berbeda. Aku berhasil memasukkan kegiatan mengajar anak jalanan sebagai program rutinan  BEM dan Randy, ia sedang mengikuti proyek pemerintah yang bekerjasama dengan UGM mencari solusi mengatasi kekeringan di beberapa desa sekitar gunung kidul.
            Aku semakin dekat dengan Randy, walau tetap jarak memisahkan kita, tapi aku semakin jauh dari Bagas. Sudah lama, aku susah menghubunginya, selalu saja sibuk. Belum ada waktu untuk mengunjungi rumahnya saat itu. Tapi tidak pernah lupa do’a kupanjatkan untuk mereka berdua.
***
Pagi-pagi sekali Hp ku bergetar, segera saja aku ambil dan melihat siapa yang menelfon. Di layar hp-ku tertulis ‘Baga’s Home’. Aku baru sadar kalau pernah menyimpan nomer rumah sahabatku itu. Kemudian aku pencet tombol angkat buru-buru.
“Assalamu’alaikum”.
“Wa’alaikumsalam, ini dengan nak Yudha yah”. Deg. Suara itu, suara yang sudah lama tak ku dengar. Suara ibunya Bagas. Mungkin terlihat biasa, yang tidak biasa adalah nadanya yang khawatir dan menangis itu yang membuatku kaget.
“Iya bu, ini Yudha”. Jawabku dengan pasti.
“Maaf nak Yudha, Ibu sedang mencari Bagas, apa dia menginap di rumah nak Yudha?”. Tanyanya masih dengan nadanya yang sangat khawatir.
“Bagas sudah lama tidak menghubungi saya bu, memangnya ada apa yah?”.
“Bagas sudah 1 minggu tidak pulang nak, ibu samperin ke kostannya, tapi kata ibu kost-nya, ia sudah tidak lagi disana. Ibu semakin khawatir, dan saat ibu bertanya ke teman sekelasnya. Ibu sangat kaget..”. bicaranya tersendak-sendak dan menarik nafas panjang.
“Katanya, Bagas sudah di DO (Drop out) dari seminggu yang lalu, Ibu bingung nak Yudha, bisa bantu ibu mencari Bagas dimana?”, pintanya sangat dalam.
“Insya Allah bu, Yudha akan bantu mencari Bagas. Jika sudah ada kabar, Yudha janji akan menghubungi ibu”. Kataku menenangkannya.
“Terimakasih yudha”. Telefon itu kemudian tertutup dan membuka pikiran dan sangkaanku selama ini. Hatiku selalu tidak tenang, saat sedang memikirkan dirinya. Bagas sahabatku, dimana dirimu saat ini?
***
            Aku memberitahukan berita itu pada Randy. Ia menyesal  tidak bisa ikut mencari Bagas, karena saat ini ia sedang turun lapangan mengamati dan mempelajari daerah sekitar gunung kidul itu. Aku meminta izin untuk tidak aktif sementara waktu dari tugasku di BEM UI. Teman-teman SMA yang juga tim mengajar anak jalanan ikut membantu mencari Bagas yang tidak tahu dimana keberadaannya. Aku berusaha mencari kabarnya dari teman-teman di Universitasnya. Tapi sulit juga mencari informasi disana.
            “Maaf mbak, kenal Bagas nggak?”. Aku memberanikan diri untuk bertanya kepada wanita yang sedang berdiri di depan perpustakaan.
            “Oh Bagas, anak TI 2007 kan?”. Katanya balik bertanya meyakinkan orang yang kucari.
            “Iya betul, tau dia dimana mbak?”.
            “Hmm,, gue tahunya, dia udah di DO dari sini, gara-gara nunggak bayaran 2 Semester. Kebetulan gue temen sekelasnya, jadi tahu banget masalah dia. Dia sering ga masuk, dia juga sering ngerokok di pangkalan depan, dan yang gue tahu, denger-denger dia lagi make obat”. Katanya dengan yakin, tidak sulit rasanya untuk mencari tahu kabar Bagas dari wanita yang satu ini. Aku kaget mendengarnya, Astaghirullahaladzim.. Bagas pemakai narkoba? Sulit meyakini kabar miring itu. dari dulu prinsipku adalah tidak dengan cepat mempercayai kata-kata orang sebelum melihatnya sendiri.
***
            Jam dinding menunjukkan angka 12 tepat jarum panjang dan pendeknya. Malam ini tubuhku lelah sekali setelah mengelilingi kota depok dengan beberapa teman sekelas Bagas, mengunjungi tempat-tempat yang mereka yakini keberadaan Bagas. Belum sempat mata terlelap, hp-ku tiba-tiba berbunyi kencang, disana tertulis nama yang membuat badanku merinding ‘Bagas’
            “Assalamu’alaikm Bagas..”. Aku segera mengangkat dan berteriak.
            “Yudha.. tolong gue, gue takut..gue takut..”. katanya sambil menangis, bisa dibayangkan keadaannya yang sedang kacau disana.
           “Apa maksudmu Bagas,, kamu sekarang ada dimana? Beri tahu aku, aku akan menjemput  sekarang juga”.
           “Gue di pinggir tol, gue bingung sekarang dimana. Dingin yudh,..dingin.. gue takut sama semua orang, gue salah yudh.. tolong gue, gue mau tobat…”. Tangisnya kencang. Aku bingung harus bagaimana, suara disana makin tak tenang dan ramai. Sulit untuk fokus mendengarkan suaranya, mungkin itu suara mobil yang melalu lalang disekitarnya.
            “Gas, aku siap2 dulu. Jangan matiin hp-nya yah, kamu jelasin pelan-pelan dimana kamu berada. Aku akan jemput kamu”. Kataku tanpa basa basi.
            “Iya yudh, gue tetep disini dan dengerin suara lo”. Katanya pasrah. Sungguh bingung aku saat itu. hanya hatiku yang khawatir dengannya yang menggerakan seluruh badanku. Sedih rasanya membayangkan saat-saat kebersamaan dulu. Sulit aku mempercayai kata-kata teman bagas saat ini. Tapi selalu saja hatiku meyakini perkataan mereka. Aku menyesal telah acuh selama ini padanya. Ya Allah, beri aku kesempatan sekali lagi untuk menjadi teman yang baik bagi Bagas, pintaku dalam hati.
***
Malam itu aku menemukan Bagas berada dipinggir tol cikampek, di tengahnya gelapnya malam Allah tetap menunjukkan jalan kepadaku hingga aku bisa menemukannya. Bagas dalam keadaan sangat kacau saat itu. ia diturunkan oleh teman-temannya yang ‘baik’ karena sedang Over dosis oleh obat haram yang ia gunakan. Tubuhnya menggigil kencang dan tak tahu harus bagaimana. Dingin dan panas bergabung dalam tubuh kurus itu.
Setelah menemukannya, dengan segera, aku membawanya ke rumah sakit terdekat. Setelah itu, aku memberikan kabar Bagas ke ibunya. Setelah merasa Bagas lebih tenang, aku meminta izin pamit. Sulit untuk kuyakini apa yang kulihat hari ini. Bagas yang dulu bersama ku adalah Bagas yang kuat dan penuh dengan semangat kebaikan. Dialah orang yang selalu mengingatkan aku dan Randy jika sudah melakukan hal-hal aneh, yang menurutnya keluar batas syariat.
Saat itu pagi hari dan aku harus segera sampai di kampus. Ada presentasi yang menunggu dengan dosen yang sangat disiplin.
***
            “Randy masuk rumah sakit yudh”. Kabar yang mengagetkanku tiba-tiba. Setelah aku menyelesaikan presentasiku. Kakaknya Randy, Rino menelfon dan memberi kabar menyedihkan ini. Disaat aku harus memberikan perhatian khususku pada seorang teman, sahabat lainnya pun sedang mengalami hal perih yang sama.
            “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, sakit apa kak?”.
            “Sebenernya ia sudah banyak mengidap penyakit saat masuk kuliah. Sekarang masih diperiksa dokter dan belum diberitahukan penyebab utamanya”. Kaget bukan main, aku tidak pernah mendengar keluhan sedikitpun dari Randy soal penyakitnya ini.
            “Bisakah aku bicara dengannya?”. Tanyaku
            “Dia masih tidak sadarkan diri dari 2 hari yang lalu, kakak mohon bantuan do’a dan jika sempat, datanglah mengunjungi Randy kemari”. Kak Rino memberikan alamat rumah sakit yang ternyata ada di daerah ibukota.
            Sungguh Ya Allah, aku tak sanggup melihat keduanya sedang lemah seperti ini. Aku rindu semangat dan kebersamaan kita dahulu. Sembuhkan mereka ya Allah.
***
“Gue menyesal Gas, telah melakukan hal ini. Gue telah terbodohi dengan persahabatan palsu mereka. Awalnya Gua bahagia karena memiliki teman yang mempunyai hobi yang sama seperti kita bertiga. Gue tahu kelakuan bejat mereka, dan Gue berusaha mengubah mereka dengan cara gue sendiri. Tapi, gue begitu lemah gas.. hingga akhirnya gue yang tergoda mencobanya. Awalnya biasa saja, lama-lama gue merasa ketergantungan yang sangat dengan obat haram itu. Dan semuanya hancur mulai saat itu. “ Yudha menarik napas panjang dan mulai menceritakan semua yang ia rahasiakan selama ini
“ Gue akhirnya menggunakan uang semester untuk membeli obat itu, selama 1 tahun ini. Gue malu mengatakannya pada kalian, karena saat itu gue merasa paling hebat dari kalian. Gue merasa bisa melakukan banyak hal. Hingga gue di DO dari kampus karena kasus menunggak uang. Gue malu gas, sama ibu. Tapi gue bingung harus mengatakan apa, gue lebih baik kabur dari rumah, dari pada harus dimarahi oleh ibu lagi. Disaat gue memilih tinggal bersama mereka, gue mengalami over dosis dan dengan sangat kasar mereka membuangku di tengah tol.” tangisan bersalahnya tak bisa dibendungi lagi, mengalir lepas dan deras. Begitu susah untuk berkata jujur.
***
            “Bagaimana keadaannya kak?”. Tanyaku pada Kak Rino. Saat ini aku hanya bisa memantau keadaan Randy lewat telefon. Keadaan Yudha saat ini, sangat sulit untuk ditinggalkan. Aku tahu dia orang yang nekat, sudah berapa kali ia mencoba bunuh diri karena malu dengan semua ini. Aku memberikan dukungan sebisaku, dan aku berjanji akan membantunya kembali ke kehidupan yang baik dahulu. Kehidupannya yang dekat dengan Allah dengan kebersamaan yang indah.
            “Kondisinya memburuk Gas, Randy belum sadar juga. Sekarang ia di rawat di ruang ICU. Minggu ini ia sudah 2 kali cuci darah gas”. Kak Rino masih sama seperti dahulu. Tetap mengabarkan dengan tenang. Sedih rasanya mendengar keadaan Randy yang semakin buruk sedangkan aku belum sempat menjenguknya.
            “Ya Allah beri kemudahan untuk Randy, sembuhkanlah ia ya Allah”. Pintaku kepada Allah, tempat solusi segala masalah.
            “Bagas, bisakah hari ini kamu menjenguk Randy, beri ia semangat dari dekat. Mungkin ia merindukan suara sahabatnya ini”. Kak Rino meminta dengan sopan.
            “Insya Allah kak, sore ini aku akan segera ke Rumah sakit ginjal, Cikini”. Aku meyakinkannya. Setelah meminta izin pada Yudha yang tidak kuberi tahu alasan meninggalkannya, aku bergerak menuju  tempat Bagas dirawat, sambil tak lupa berdo’a pada Allah agar Randy diberikan kesembuhan.
***
            Randy mengalami gagal ginjal dan komplikasi lainnya. Tiga bulan yang lalu ia mulai divonis gagal ginjal oleh dokter. Tapi tiga bulan yang lalu kami baru saja saling menyemangati dalam proyek akhirat, berastabiqul khairat. Semua kelemahannya tidak mengganggu semangatnya untuk melakukan hal yang bermanfaat buat masyarakat.
 Saat itu, aku baru menyadari sesuatu. Teringat ceritanya dahulu, tentang kegiatannya mencari solusi kekeringan di desa sekitar gunung kidul. Aku tahu, dia harus turun lapangan dalam menjalankan proyek itu. Disaat ia membutuhkan banyak air dan tidak boleh menahan buang air kecilnya, disisi lain ia menghabiskan waktunya di tanah yang tandus dan sangat jarang dengan air. Tapi ia tetap tidak mengeluh. Kata dokter, sakitnya dipicu dengan kurangnya minum air dan zat mineral lainnya. Sungguh aku mengagum sosoknya yang tabah dalam segala hal. Bekerja totalitas untuk masayarakat sekitar.
***
29 januari 2010, menjadi hari yang pilu untuk banyak orang. Randy meninggal dunia dengan tenang. dan semua teman2 di UGM datang melayatnya, semua disana adalah orang-orang yang pernah merasakan kebaikan Randy. Randy yang sangat dikagumi banyak orang, wafat setelah berhasil menghasilkan sumber daya air di daerah kekeringan itu. setelah diberikan penghargaan oleh Gubernur Yogyakarta, akhirnya ia berhenti bernafas di hari jum’at. Hari yang termasuk dalam tanda-tanda husnul khotimah.
Lain halnya dengan Bagas, yang akhirnya mengakhiri hidupnya dengan berhasil membunuh diri. Ia malu menanggung semua kesalahannya di hari lalu, dan tidak yakin bisa berubah. Ia berharap kejadian dan penyesalannya itu bisa menjadi pelajaran untuk banyak orang, agar tidak bertindak bodoh mengikuti jejaknya. Ia wafat sehari setelah Randy wafat. Aku meminta mereka berdua di kubur bersebelahan. Agar aku tetap bisa berkumpul dengan mereka, walau dalam dimensi yang berbeda.
Bulan Januari yang menyedihkan, kisah kedua temanku yang menghabiskan waktu dengan caranya. Setiap tahun, aku selalu berdiri hormat di depan makam Randy dan duduk termenung di depan makam Bagas. Aku melanjutkan hidup dengan caraku. Caraku yang telah terinspirasi dengan totalitas perjuangan Randy. Walau aku tidak bisa mengikutinya seluruhnya, tapi dengan mengikutinya, aku menemukan duniaku sendiri. Menjadi motivator untuk banyak orang.
Dua orang sahabat yang sama-sama tidak diberikan umur panjang oleh Allah. Mereka berdua meninggal di Umur 21 tahun dan mengakhiri hidupnya dengan cara yang berbeda. Dari kedua cerita ini mana jalan yang anda pilih?


Terinspirasi dari sang Motivator Muda :
Randy Bagas Yudha..


4 komentar:

  1. “Kondisinya memburuk Yudh, Bagas belum sadar juga. Sekarang ia di rawat di ruang ICU. Minggu ini ia sudah 2 kali cuci darah yudh”. Kak Rino masih sama seperti dahulu. Tetap mengabarkan dengan tenang. Sedih rasanya mendengar keadaan Bagas yang semakin buruk sedangkan aku belum sempat menjenguknya.
    “Ya Allah beri kemudahan untuk Randy, sembuhkanlah ia ya Allah”. Pintaku kepada Allah, tempat solusi segala masalah.
    “Yudha, bisakah hari ini kamu menjenguk Randy, beri ia semangat dari dekat. Mungkin ia merindukan suara sahabatnya ini”. Kak Rino meminta dengan sopan.


    Agak random disini Na, jadi kak Rino itu lagi ngabarin ttg Randy atau Bagas. Kalo Bagas, kenapa doanya untuk Randy?
    Di beberapa tempat juga ada hal kaya gini lagi. Coba setelah selesai ditulis, cerpennya dibaca ulang, diedit, diendapkan, trus dibaca ulang lagi..

    *sekedar saran, keep writing*
    ^0^/

    BalasHapus
  2. hahaha, ia makasih nade..
    sebenernya dari kemaren2 udh sadar sma kesalahan ini, cma belum sempet ngebenerin, soalnya lagi kejar terget lain,
    makasih komentarnya cin, nnti aku baca lagi dan edit..
    makasih yah udh nyempetin bacanya nad, aku kira g bakalan ada yang baca.hehe

    BalasHapus
  3. hahha...
    oke Na, santai aja, masa ke blog orang-orang disamperin dan dikomen, tapi temen sendiri ga..
    ditunggu kelanjutannya..
    :D

    BalasHapus
  4. Terima kasih ya...luar biasa...

    BalasHapus