Cinta Nosokomial
Oleh:
Yusna Fadliyyah Apriyanti
“Satu dua tiga”. Tet..tett..tett. irama
detak jantung dari alat EKG (Elektrokardiografi) mulai
terdengar lagi, setelah sempat semuanya terhenti pada satu tangga nada. Semua
dokter yang sedang mengambil tindakan lega sudah, akhirnya untuk kesekian
kalinya Allah memberikan kesempatan Rara untuk hidup kembali setelah melewati
masa-masa kritis. Yah, perempuan berumur 22 tahun yang sedang berjuang keras
untuk mempertahankan apa yang menjadi cita-citanya, memberikan kesempatan untuk
penerus hidupnya yang akan menjadi cahaya baru bagi kehidupan. Membuat semua
hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Dengan melawan ketidak seimbangan
cairan yang ada di tubuhnya, yang membuat tubuhnya lemas tanpa tenaga untuk
melahirkan kedua buah hatinya. Melawan penyakit gagal ginjal.
***
Kamar 402 menjadi sejarah perjuangan
gadis bernama Rara melewati takdir hidup yang telah digariskan untuknya. Pasien
gagal ginjal yang menjalani rangkaian terapi setelah 1 tahun yang lalu terjadi glomerulonefritis (radang pembuluh darah
ginjal). Penyakit ini berkembang cepat, walau hanya terjadi pada 1 ginjal, tapi
penyakit ini sering sekali mengantar
Rara kedalam tahap koma. Tubuhnya semakin kurus dan mengalami pembengkakan pada
beberapa lekuk tubuhnya.
“Apa
kabar mbak Rara? Apakah sudah baikan?”. Sapa Rio, perawat di rumah sakit tempat
Rara di rawat. Ibu langsung memanggil perawat setelah Rara memberikan
tanda-tanda kesadarannya. Rara tampak sedang memulihkan pikirannya. Ia tenang,
mendapati ibu masih ada di sisinya.
“Alhamdulillah baik Mas Rio, berapa
lama saya tak sadarkan diri?”.
“Satu minggu mbak Rara, kali ini
lebih cepat dari biasanya. Dokter bilang mbak Rara punya nyawa banyak. Terus
berjuang mbak”. Seperti biasa, Mas Rio selalu memberikan semangat. Entah
mengapa, sapaan dan ekspresi itulah yang selalu Rara nantikan disetiap bangun
dari koma beberapa bulan ini. Selalu ada Rio disaat awal membuka mata. Entah
ini kali berapa ia masih bisa bersyukur atas kehidupan yang masih bisa ia
rasakan.
***
Dear
Diary,
Aku
rasa ajalku kian tiba. Tapi sebelum itu semua, ingin rasanya sesaat keluar dari
kekangan penderitaan ini. Melihat senja yang terang benderang di luar sana
bersama sesosok pangeran berkuda putih yang selalu menemani. Dan akhirnya
berlabuh ditiupan nafas terakhir yang lembut dengan ketenangan hati. Adakah
kiranya Sang Maha cinta memberikan aku kesempatan untuk memiliki cinta?
Kata-kata terakhir yang Rara tulis
sebelum Ia kembali koma. Kali ini ginjal sebelah kirinya mulai merasakan hal
yang sama. Sulit memang jika harus mengerjakan fungsi dua ginjal pada satu
ginjal. Ibu menyadari ada setetes air mata mengalir dari pipi putrinya. Ia tahu
betapa berat kenyataan ini harus ia pikul seorang diri.
Rara dipindah ke ruang ICU agar
mendapat penanganan yang lebih intensif. Rio yang bertugas menjaga malam itu.
Ibu tak sengaja membuka buku kecil dibawah bantal Rara dan membaca harapan
kecil malaikatnya. Cuma satu cita-cita yang melingkupinya saat itu, ia harus
mencarikan lelaki terbaik yang bisa menerima Rara apa adanya.
“Assalamu’alaikum bu, kenapa
terlihat begitu murung?”. Rio memecahkan lamunan Ibu sekaligus membawakan
secangkir kopi untuk Ibu.
“Wa’alaikumsalam Rio, kamu sedikit
mengagetkan ibu”. Jawab ibu mengakhiri kata-katanya dengan menyunggingkan
sebuah senyuman
“Maaf bu, saya lihat belakangan ini
ibu sedang banyak pikiran, adakah hal lain yang sedang mengusik ketenangan
ibu?”. Rio mulai membuka percakan serius itu. Ibu memilih menyodorkan diari
Rara karena tak sanggup menceritakannya.
“Lalu apa masalahnya bu?”. Ibu heran
dengan pertanyaan Rio, sulitkah ia memahami perasaan anaknya saat ini.
“Ibu harus mencarikan lelaki terbaik
untuk Rara, tetapi masih adakah seseorang yang dapat menerima pujaan hati yang kabarnya tak
menetu? Tiap detiknya, ada hal baru yang harus siap ia terima. Rara gadis lemah
yang menantikan lelaki perkasa mendampinginya”. Mata Ibu mulai meleleh. Semua
kegelisahan itu mulai berani ia ungkapkan.
“Saya bersedia menikahi Rara dan
menerima keadaan Rara apa adanya”. Ungkap Rio dengan mantap. Sudah tiga bulan
lamanya ia ingin mengungkapkan ini semua. Memberitahukan tentang tekadnya
melamar Rara. Tapi memang Allah selalu tahu cara yang paling tepat dalam
menghadapi rasa ini.
***
Keadaan Rara kembali normal. Walau
masih dalam pengawasan, dokter mengizinkan Rara untuk keluar dari kamar dan
menyaksikan Rio yang menyatakan ijab-qobul di depan penghulu dan ayah Rara yang
juga disaksikan oleh para perawat lainnya. Mengejutkan memang, pertama dalam
sejarah berdirinya rumah sakit, ada pasien yang melaksanakan pernikahannya di
lantai tempat kamar rawat inap. Suasana haru dibuatnya, para perawat menyalami
Rara dan Rio serta bergantian memberikan doa. Badai mengerikan akan penyakit
yang sedang menjadi beban seakan hilang. Rara merasa lebih kuat dengan
kehadiran Rio yang memasuki relung batinnya.
Ajaibnya, keadaan Rara berkembang
pesat. Nampaknya hormon serotonin banyak mengambil alih dari perkembangan keadaanya.
Rara akhirnya diperbolehkan dokter meninggalkan rumah sakit setelah berjanji
akan segera kembali saat sakitnya terasa. Ibu yang menjadi saksi akan tahapan
kebahagiaan Rara merasa puas dengan pilihannya. Ia yakin, telah memilih orang
yang pas untuk disandingkan dengan putri malangnya. Semoga si putri yang malang
menjadi permaisuri setelah angannya tercapai.
Rara dan Rio tetap tinggal bersama
Ibu, itu semua atas permintaan Ibu yang masih ingin menjaga Rara saat Rio harus
melaksanakan jam malamnya. Rara berusaha menjadi istri yang baik untuk Rio.
Selalu menjaga kesehatan seperti setiap pesan Rio sehabis mengecup jidat Rara
saat pamit berangkat kerja.
***
Sang
Maha Sempurna memang selalu punya skenario yang tak disangka. Rara bisa kembali
hidup normal dengan ginjal yang sudah dicangkokan dalam tubuhnya. Menjalani
kehidupan seperti wanita normal adalah impian untuk setiap orang yang sedang
merasakan sakit. Walau terkadang untuk mendapatkannya harus dibayar dengan
harga yang mahal. Rara tahu memang ginjal barunya itu tidak menyembuhkan
penyakit, namun dapat menghindarkannya melakukan prosedur kesehatan tetap
seumur hidup seperti cuci darah yang harus ia lakukan setiap 2 minggu. Walau
hanya sebagai pengganti, tapi ia bahagia karena dapat melewati harinya lebih
banyak bersama Rio. Rio selalu ada
mendampingi hari-hari Rara. Perjalanan cinta tanpa diawali noda, tak perlu
diperruwet dengan masalah percintaan, toh mereka memang berjodoh pada akhirnya.
Hanya sekedar sama-sama bersimpati, akhirnya timbul sebuah niat suci untuk
saling menjaga.
Dear diary,
Hariku
membaharu dengan kehadiran pangeranku yang perkasa. Tak perlu penjelasan tanpa
ragu, karena akupun tergugu dibuatnya. Tak perlu naluri untuk mendapatkan
perhatian karena selalu ia berikan lebih dari apa yang kuharapkan. Aku bahagia dan bersyukur
dengan takdirku mendapatkan cinta. Walau cinta nosokomial yang kudapat tapi
tidak ada pihak yang merasa menderita karena yang dihasilkan adalah simbiosis
metualisme. Cintaku mungkin ditakdirkan dimulai di rumah sakit tapi
mahligai-mahligai rasa cinta selalu ku rasakan tiap detik bersamanya.
Terimakasih Allah..
***
Kebahagian
itu semakin sempurna dengan tanda-tanda kehamilan yang dialami Rara setelah 1
tahun dengan ginjal barunya. Rara dinyatakan dokter positif hamil, Sungguh bahagia
mendengar kabar itu. Cita-cita
bagi semua pasangan hidup adalah memiliki keturunan. Rio tak pernah
mengharapkan banyak hal, bahkan untuk memiliki seorang anak dari istrinya yang
mengalami penyakit ginjal. Disamping kebahagiaan yang memuncak, sebuah
kekhawatiran datang menerpa, tapi cepat-cepat ia tepis dengan keyakinan saat
menatap wajah bahagia istrinya. Baginya kebahagiaan sempurna yang tampak di
wajah Rara cukup menjadi penguat dan menyadarkannya bahwa khawatir bukan
berarti harus menyakit Rara dengan perasaan campur aduknya.
***
Dear diary
Mungkin saat ini lilin kesempatanku
semakin meleleh. Aku kembali merasakan seperti awal. Walau tak pasti, tapi rasa
sakit ini telah melekat dalam kamus kehidupanku. Aku kembali merasakan sakit
itu, penyakit yang mempertemukanku dengan pangeranku. Ya Allah, masihkan kau
beri aku waktu untuk membahagiakan ia? Masihkan kau beri aku kesempatan untuk
mengguyur kedua bidadariku dengan cinta dan harapan? Begitu banyak rahmat yang
Kau beri, masihkah ada tempatku untuk meminta satu harapan itu? harapan untuk
bisa membahagiakan semua orang yang mencintaiku.
Dengan
kekuatan cintanya, Rara berhasil menutupi semua yang ia rasakan dan berhasil
melewati hari-hari dengan kesakitan yang kembali menghampiri. Rara kembali
menetap di rumah sakit dan mendapatkan pengawasan penuh oleh dokter. Akibat
kehamilan, ginjal barunya semakin memburuk dan fungsi ginjalnya menurun.
Akhirnya dokter memutuskan Rara untuk menjalani hemodialysis (cuci darah) kembali.
Keadaan
normal masih bisa ia pertahankan dengan kekuatan do’anya hingga bulan ke 7
kehamilan. Semakin membesar perutnya, menandakan semakin meningkat pula cairan
yang dibutuhkan oleh janinnya. Hal itu diperburuk dengan terjadinya kelainan imunitas akibat tubuhnya kembali
menganggap ginjal barunya itu adalah organ asing. Penyakitnya berlanjut pada
komplikasi kardiovaskular (jantung). Dan
harus mengantarkan Rara kembali pada keadaan koma. Koma yang membuat semua
orang menunggu khawatir, sedih serta bangga dengan perjuanganya. Tidak banyak
wanita yang memiliki penyakit ginjal, yang masih bisa mempertahankan
kehamilannya hingga bulan ke 7 seperti Rara.
***
Tiba
saatnya semua tubuh Rara lemas tak berdaya, seakan dunia terhenti sesaat dan
menyalahkanya karena mengambil keputusan besar untuk hamil. Tapi genggaman
hangat Rio selalu menguatkanya dan memberikan energi positif untuk terus
memperjuangkan buah hati yang sedang ada dalam rahimnya.
Semua alat jantung menempel pada
tubuhnya yang tak berdaya, ritmik alat EKG itu terdengar malas memberikan grafiknya.
Sayup-sayup ia melihat dokter sedang ramai melakukan suatu hal untuk
menolongnya. Dokter mengambil keputusan untuk mengeluarkan bayi itu melewati
jalan operasi. Sesaat kemudian tangisan bayi itu terdengar nyaring, kepuasan
dan kebahagiaan kemudian mampu membuat alam bawah sadarnya memerintahkan untuk
membuat sebuah senyuman sebagai sambutan terhadap dua buah hati, yah Rara
melahirkan bayi kembar. Bayi itu segera disambut oleh adzan yang dikumandangkan
oleh Rio, walau bukan sebuah sunnah Rasulullah, tapi itu menjadi kebiasaan di
keluarganya.
“Sayang, bayi kita telah lahir. Dua
perempuan kuat seperti ibunya”. Bisik Rio ditelinga Rara, walau masih dalam
pengaruh anastesi (obat bius), tapi
tetap saja bisikan itu bisa menembus alam bawah sadarnya dan mengeluarkan
tetesan air mata kebahagiaan.
***
Rara
bahagia dan selalu bersyukur akan takdir yang diberikanNya untuknya. Ia masih
diberikan kesempatan oleh Allah menatap kedua buah hatinya lekat-lekat serta
memberikan kecupan kebahagiaan disetiap dahi puterinya. Dua malaikat yang mampu
menghilangkan semua rasa sakit pada tubuhnya. Rio tak sanggup menahan haru, ia
mengecup kening Rara dan terus menderaskan air mata kebahagiaan. Ibu hanya bisa
menonton itu sambil menutup mulutnya takjub, bahkan tak pernah ia bayangkan
anaknya bisa melewati saat-saat seperti ini.
***
Operasi
besar tadi cukup mengeluarkan banyak darah Rara, hingga tubuhnya mengalami
kekurangan cairan tubuh dan kekhawatiran itu menampakkan wujudnya kembali, keadaan
Rara kembali memburuk. Rara kembali tidak sadarkan diri, Rio dengan sigap
memanggil dokter kembali. Ibu kemudian mengantarkan kedua cucunya kembali ke ruang
bayi yang tidak jauh dari kamar ruang operasi Rara.
Ibu
memandangi kaca ruang operasi dari luar, sedikit mengintip dengan tindakan yang
diberikan kepada putrinya yang malang. Walau perih, ibu beruasaha lebih tegar
menghadapi semuanya. Tak lupa do’a selalu ia lontarkan dalam tiap bisikan
nafasnya. Sudah ketiga kali alat itu menyetrum dada putrinya tanpa memberikan
irama lain. Menyerahkan pada Allah adalah solusi terbaiknya. Ibu tetap menjaga
kedua cucunya yang sedang terlelap tenang, lugu tanpa tahu apa yang sedang
terjadi. Ibu mengecup pipi keduanya secara bergantian. Ia tahu apa yang harus
ia lakukan ketika akhirnya dengan muka lesu dokter harus mengatakan.
“Maaf bu, Rara sudah tenang di alam
sana. Kami telah melakukan tindakan seoptimal mungkin dan semua kembali kepada kuasa-Nya.
Ikhlaskan Rara bu, kami semua merasa simpati atas perjuangan Rara selama ini,
kekuatan yang jarang dimiliki penyandang gagal ginjal, hingga Allah sempat
memberi ia kesempatan melahirkan bayi kembar dalam keadaan sehat”. Ibu hanya
tersenyum mengiyakan. Dari jauh hari, sudah ia persiapkan setiap detik
keputusan Allah terhadap putrinya. Walau tak dipungkiri matanya deras oleh
kesedihan yang mengalir.
Rio jatuh dalam kepasrahan.
Memperkuat benteng pertahanannya saat menyadari keputusan Ilahi. Meyakini
takdir dan dengan kuat menghampiri tubuh pucat Rara yang tersenyum tenang. Ia
kecup jidatnya lama, ada cinta yang mengalir di sana. Walau Allah hanya
memberikan waktu tiga tahun bersama, tapi Rara hadir bagai pelita yang menerangi
hari-hari Rio. Menggelari kehidupannya dengan kaca mata terindah. Kesetiaan dan
keharmonisan yang merasuk tanpa memabukkan selalu ia berikan. Walau berat, Rio
akhirnya tenang karena bisa menjadi pangeran yang menemani Rara hingga berlabuh
ditiupan nafas terakhir yang lembut.
“Terimakasih sayang, Semoga kau
tenang di sana. Aku janji akan membesarkan anak-anak kita dengan cinta dan
harapan, agar mereka bisa menjadi seorang wanita kuat seperti ibunya. Tiga
tahun yang sulit kulupakan dan akan menjadi pelajaran bagiku untuk
selama-lamanya”.