Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik. (QS.At Taubah:24)
Setelah diselamatkan oleh Allah dari kobaran api Raja
Namrud karena meruntuhkan berhala-berhala, Nabi Ibrahim as menjadi teladan
pejuang penegak Tauhid. Puluhan tahun berikutnya adalah masa-masa menyebarkan
ajaran Islam bagi Khalilullaah,
Sang Kekasih Allah. Puluhan atau
bahkan ratusan tahun menyeru kepada agama Allah di tengah kejahilan manusia
merupakan tugas yang diemban ‘sendirian’ oleh Nabi Ibrahim as.
Ketika usianya telah menua, keinginan dan harapan
untuk memperoleh keturunan semakin besar. “Rabbii hablii minash shalihiin.”
Ya Tuhanku, karuniakanlah untukku anak
yang shalih, demikian pinta dan doa Nabi Ibrahim as.
Di luar dugaan, karena beliau dan istrinya telah
sama-sama berusia lanjut, Allah mengabulkan permohonan tersebut. “Maka kami
sampaikan berita gembira kepadanya berupa anak yang shabar.” Bagi Nabi Ibrahim
as, Ismail bukanlah sembarang putra, ia adalah jawaban dari bertahun-tahun
pengharapan, balasan dari berabad penderitaan, cahaya mata, dan mimpi jadi
kenyataan.
Sedikit banyak, Ismail menjadi harapan besar dan
curahan cinta dari Nabi Ibrahim as. Seluruh jiwanya seakan terpatri kepada
putra semata wayangnya ini.
#UJIAN PERTAMA
Tetapi Allah tidak membiarkan keadaan seperti itu
berlangsung lama. Allah s.w.t.
mewahyukan kepadanya agar keinginan dan permintaan Sarah isterinya
dipenuhi untuk dijauhkanlah Ismail bersama Hajar. Maka
dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan
rumah membawa Hajar dan Ismail yang diboncengkan di atas untanya tanpa
tempat tujuan yang tertentu. Lalu dii tempat di mana
Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri
perjalanannya dan disitulah ia meninggalkan Hajar bersama puteranya
dengan hanya dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman
sedangkan keadaan sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir,
yang terlihat hanyalah batu dan pasir kering.
Alangkah sedih dan
cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan oleh Ibrahim seorang diri
bersama dengan anaknya yang masih kecil di tempat yang sunyi senyap
dari segala-galanya kecuali batu gunung dan pasir. Ia seraya merintih
dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi Ibrahim memohon belas
kasihnya, janganlah ia ditinggalkan seorang diri di tempat yang kosong
itu, tiada seorang manusia, tiada seekor binatang, tiada pohon dan
tidak terlihat pula air mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban
mengasuh anak yang kecil yang masih menyusu. Hajar Berkata : "Mengapa kau tega meninggalkan kami disni?", lalu dia mengulangi pertanyaan itu hingga dua kali, dan Nabi Ibrahim tetap saja diam sambil menyembunyikan kesedihanya yang mendalam, sampai akhirnya Hajar mengganti pertanyaannya "Apakah ini perintah Allah? Jika ini perintah Allah laksanakanlah, karena Aku yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya"
Lalu nabi Ibrahim berkata:"Bertawakkallah kepada
Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada
kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu
ke sini dan Dialah yang akan melindungi mu dan menyertaimu di tempat
yang sunyi ini. Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyunya, tidak
sesekali aku tergamak meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama
puteraku yang sangat ku cintai ini. Percayalah wahai Hajar bahwa Allah
Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan kamu berdua tanpa
perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu
untuk selamanya, insya-Allah."
Mendengar kata-kata Ibrahim itu
segeralah Hajar melepaskan genggamannya pada baju Ibrahim dan
dilepaskannyalah beliau menunggannag untanya kembali ke Palestin. Sedang Nabi Ibrahim pun
tidak dapat menahan air matanya keetika ia turun dari dataran tinggi
meninggalkan Makkah menuju kembali ke Palestin di mana isterinya Sarah
dengan puteranya yang kedua Ishak sedang menanti. Ia tidak henti-henti
selama dalam perjalanan kembali memohon kepada Allah perlindungan,
rahmat dan barakah serta kurniaan rezeki bagi putera dan ibunya yang
ditinggalkan di tempat terasing itu. Ia berkata dalam doanya:" Wahai
Tuhanku! Aku telah tempatkan puteraku dan anak-anak keturunannya di
dekat rumah-Mu { Baitullahil Haram } di lembah yang sunyi dari tanaman
dan manusia agar mrk mendirikan solat dan beribadat kepada-Mu.
Jadikanlah hati sebahagian manusia cenderung kepada mrk dan berilah mrk
rezeki dari buah-buahan yang lazat, mudah-mudahan mrk bersyukur
kepada-Mu."
#UJIAN KEDUA
Nabi Ibrahim dari masa
ke semasa pergi ke Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk Ismail di
tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepada
puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu
rungsing bila mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang
ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan
pengaulan umum.
Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi
Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya.
Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu
Allah , maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus
dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan
ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang
dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan
didambakan ,seorang putera yang telah mencapai usia di mana
jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah , seorang putera yang
diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan
keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut
nyawa oelh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang
Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh
dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah
,menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah
di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia
harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa
pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh
amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan
firman Allah yang bermaksud:" Allah lebih mengetahui di mana dan kepada
siapa Dia mengamanatkan risalahnya." Nabi Ibrahim tidak membuang masa
lagi, berazam {niat} tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya
sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya.Dan
berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui
dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.
Nabi
Ismail sebagai anak yang soleh yang sgt taat kepada Allah dan bakti
kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud
kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata
kepada ayahnya:"Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah
diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah
sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta
dalam melaksanakan perintah Allah itu , agar ayah mengikatku kuat-kuat
supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar
menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan
menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya,
ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan
penyembelihan agar menringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat
dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah
kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan
tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera
tunggalnya."Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi
Ibrahim seraya berkata:" Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang
taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati
menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah."
Saat
penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan
kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang
tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya,
kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari
wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada
masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang
ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain.
Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher
Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang
yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi
Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana
diharapkan.
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari
Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Ismail itu hanya suatu
ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan
taat mereka kepada Allah. Ujian cinta yang sangat berat tekah dilalui dan diajarkan oleh‘Abu Al-Anbiya Nabi Ibrahim dengan tetap melaksanakan perintah Allah walau dia harus dijauhkan oleh anak yang selama ini ia tunggu-tunggu kehadirannya dan kemudian perintah untuk menyembelihnya ini. Sungguh cinta Ibrahim kepada Allah lebih besar dibanding cintanya kepada seluruh apapun didunia. Keduanya telah lulus dalam ujian
yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang
tulus dengan pergorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan
perintah Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau bimbang
dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya
dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan,
Sebagai penutup, marilah kita intropeksi diri, sudahkah kita mengenal
Allah, Tuhan kita, secara utuh, sehingga melahirkan mahabbah (rasa
cinta) yang benar-benar terhadap-Nya? Sebab realitas saat ini, banyak
orang mengaku Muslim, tapi mereka tampil sebagai penentang Tuhan yang
mereka sembah. Banyak orang mengaku cinta pada agamanya dan cinta pada Allah,
namun antara lisan dan hatinya tak sesuai dengan ucapannya. Banyak orang
memburu wanita pujaanya, bahkan rela mengorbankan nyawanya sendiri.
Namun ketika mereka mengaku cinta pada agama dan Tuhannya, tak mampu
mengorbankan dirinya sebagai ungkapan "cinta" itu. Semoga bisa meniru
Nabiullah Ibrahim alaihi salam. Sehingga selalu dapat bersyukur atas segala cobaan yang Allah beri yang masih sangat jauh dari beratnya ujian orang-orang terdahulu.
sumber :
1. http://majelisribaathulmuhibbiin.blogspot.com/2013/10/ujian-cinta-nabi-ibrahim-as-sang.html
2. http://kisah25nabi.blogspot.com/2007/12/nabi-ismail-as.html
3. http://www.hidayatullah.com/read/14525/06/12/2010/meniru-perilaku-