Dua Cinta yang
Menyempurnakanku
Oleh :
Yusna Fadliyyah Apriyanti
“Kau sudah ke rumahnya kak?”. Tanya
Irfan sinis pada kakaknya
“Ia, alhamdulillah fan. Minta do’anya
agar dimudahkan Allah”. Kata kak Arifin dengan tenang.
“Kenapa kau begitu tenang menjawabnya
kak? Sementara kau tahu akupun sudah melamarnya”. Tanya Irfan dengan tegas. Dia
mulai mengakui kelemahannya. Selama ini ia mengira lewat cara itulah dia bisa
mendapatkan Lita, tapi seharusnya ia berani langsung melamar ke ayah lita. Ia
mulai mengakui sikapnya yang tidak tegas
“Melamar? Aku tidak tahu kau sudah
melamar? Ayahnya tidak pernah bilang kalau sebelumnya sudah ada ikhwan yang
melamar anaknya”. Tetap tenang, begitulah Kak Arifin dengan keangkuhannya.
“Aku melamarnya lewat sms, dan kau
harus tahu, bahwa hati kita telah terkait. Lihat saja nanti, aku yakin, akulah
yang ia pilih”. Jawab irfan dengan percaya diri. Sambil berjalan meninggalkan
Kak Arifin yang hanya menanggapi dengan senyuman kecil. Mungkin sedikit
kekhawatiran ada dalam hatinya. Dia juga menyukai Lita sejak mereka satu
sekolah dulu. Kak Arifin 1 tahun lebih tua dari Lita. Selama ini Kak Arifin
hanya diam menanggapi perasaanya yang timbul sejak lama, tapi saat ia tahu
adiknya dekat dengan Lita, dia berusaha lebih dulu dari adiknya melamar Lita
melewati bantuan ustadznya. Selama ini Irfan tahu tentang perasaan Kak Arifin
terhadap Lita, tapi selalu saja ia tepis dan menghiraukan kepedulianya terhadap
perasaan kakaknya.
***
Pagi
itu seorang pemuda berdiri di depan pintu masjid sambil memegang HP-nya. Sesekali ia mondar-mandir sambil
garuk-garuk kepala, bingung harus memulai percakapan dari mana. Kemudian sesaat
ia menarik nafas panjang dan memulai menekan tombol menelfon dengan nama “ukh
Lita”. Laki-laki itu adalah Irfan seorang Mahasiswa Baru di Kampus Islam
ternama di Indonesia.
“Assalamu’alaikum ukh, ini ana Irfan
Mas’ul Forum Angkatan yang kemarin baru dilantik, kira-kira kita bisa rapat
kapan untuk membicarakan perihal nama angkatan kita?”. Irfan berdiri tegap,
tegang berusaha menormalkan suara untuk
menutupi rasa gugupnya. Ya, bagaimana tidak gugup, ini kali pertama ia harus
menelfon seorang akhwat, setelah lama tinggal di pesantren dan jarang sekali
berkomunikasi dengan kaum hawa.
Baru saja kemarin setelah mengikuti
suatu acara yang diadakan Lembaga Da’wah Kampusnya, ia akhirnya terpilih
menjadi Mas’ul (Ketua Putra) pusat dan Lita yang sedang ia hubungi adalah
Mas’ulah (Ketua putri) pusat yang menjadi patner kerjanya.
“Wa’alaikumsalam akh, oh ia. Ana
insya Allah bisa besok sore, antum bagaimana?”,Jawab Lita dengan tenang.
“Alhamdulillah ana juga bisa, bagaimana
kalau nanti kita sms Mas’ul dan Mas’ulah tiap fakultas juga agar bisa ikut
berkumpul bersama?”, Ia berusaha semakin tenang, tapi tetap saja badannya
semakin tegang.
“Ia usul yang bagus”. Jawab Lita
dengan singkat.
“Oke, nanti biar ana yang sms
Ma’ulnya, anti bisa kan sms Mas’ulahnya?”. Mendengar jawaban Lita yang singkat hatinya
semakin berdetuk kencang, bingung bercampur gugup, sehingga membuat suaranya
agak lantang di telefon.
“Insya Allah bisa”. Lita kaget
mendengar jawaban Irfan yang agak tegas, dia bingung apakah ia salah bicara?
Tapi biarkanlah.
Setelah menutup telefon dengan sebelumnya
ditutup dengan salam, Irfan berusaha untuk menenangkan diri dan berfikir, salahkah
gaya bicaranya tadi? Berfikir panjang dan akhirnya ia lebih memilih untuk
melupakan semuanya dan fokus membuat sms undangan rapat untuk Mas’ul dan
Mas’ulah tiap Fakultas.
***
Semuanya berjalan dengan sendirinya, lama-lama Irfan semakin bisa beradaptasi menghadapi ketenangan Lita. Lita
pun demikian, yang awalnya menjawab sms seperlunya saja lama kelamaan menjadi
lebih care dengan sms-sms dari Irfan.
Suka dan duka forum angkatan mereka rasakan bersama. Sering sekali Irfan curhat dan Lita dengan dewasanya memberi
solusi atas permasalahan Irfan, begitu pula dengan Lita. Mereka semakin dekat
dengan posisi yang menuntut mereka lebih dewasa untuk memimpin semua Mas’ul dan
Mas’ulah dari tiap fakultas.
Irfan akhirnya tahu bahwa kakaknya,
Arifin, juga menyukai Lita sejak lama. kenyataan itu membuat dia
menyesal memilih melanjutkan sekolah ke pesantren, sehingga kakaknya bisa
mengenal Lita lebih dulu. Hingga akhirnya suatu saat Irfan memberanikan diri
untuk menulis pesan :
.:Assalamu’alaikm
wr. wb, teruntuk ukhti solihah yang semoga selalu dalam lindungan Allah, dengan
niat yang kuat dan sebuah keberanian, ana Irfan Abdullah siap untuk melamar
anti. Semoga anti juga bersedia menjadi bukan sekedar patner dalam amanah
kampus tapi menjadi patner dalam hidup ana selamanya. Jika anti sudah siap, ana
baru akan menemui ayah anti. Semoga niat baik ini dimudahkan oleh Allah.:.
Sms
itu panjang dan cukup menggetarkan hati Lita saat membacanya. Dia memang selama
ini sudah belajar menerima Irfan apa adanya, tapi tak pernah terbayangkan kalau
keinginan ini akan muncul pada Irfan patner-nya.
Bingung harus menjawab apa, ia langsung mematikan hp-nya kemudian berusaha memejamkan mata melupakan kenyatan yang ia
hadapi malam itu. sepuluh menit berlalu tapi tetap saja mata itu tertutup getar, ia berusaha keras menutup matanya tapi tetap saja hatinya gusar. Seketika
air matanya mengalir perlahan, membasahi kedua pipinya yang sedang menahan sesaknya
dada.
“Kenapa semua ini harus dia katakan?
Ketika sedang kucoba mengubur semua rasa ini”. Tanyanya dalam hati. Kemudian
Lita mengambil air wudhu dan mencoba sholat malam untuk menenangkan dirinya.
***
Hari
itu Lita pulang dari kuliah lebih awal. Dari kejauhan Ia melihat di pintu
gerbang rumahnya, ayahnya sedang mengantarkan dua orang lelaki keluar, satu
pemuda dan satu lagi laki-laki seumuran dengan ayahnya. Lita berhenti ketika
menyadari bahwa pemuda yang sedang diantarkan ayahnya keluar itu Kak Arifin,
Kakak dari Irfan. Jantungnya mulai
berdetak kencang, ingin rasanya ia lari saat itu juga, tapi terlambat, Ketiga
lelaki itu menyadari kehadiranya. Lita hanya bisa menunduk dan diam. Menyadari
kegugupan Lita, ayah tidak segera mengangkat pembicaraan perihal kedatangan
kedua lelaki itu, dengan pelan Ia menyuruh Lita masuk ke dalam rumah, setelah
memberi salam kepada semuanya.
Setelah
keduanya pergi, ayah memanggil Lita untuk sholat ashar berjamaah. Hari ini hari
jum’at, biasanya ayah masih di kantor dan pulang tepat jam 5 sore. Tapi hari
ini mungkin menjadi hal yang berbeda buat beliau, entahlah. Hanya mereka berdua
yang sholat di musholah rumah. setelah salam, ayah menyuruh Lita untuk tidak
pergi dulu hingga ayah selesai berdo’a. Lita menuruti perintah ayahnya, ia tak
tahu pasti apa yang ingin dibicarakan ayahnya, tapi Lita yakin, pasti ada
kaitanya dengan peristiwa sore ini.
“Lita
sayang, kamu putri ayah yang pertama. Sejujurnya sampai detik ini, ayah masih
mengira Lita adalah putri ayah yang masih kecil. Berat rasanya menyadari
kenyataan setiap hari Lita tumbuh semakin besar, hingga dewasa sampai saat ini.
Dan ketika saat itu tiba, saat ada seorang lelaki yang siap menggantikan ayah,
ayah bingung harus berkata apa. Ayah masih ingin Lita menjadi anak yang
berbakti pada orang tuanya, membantu Ibu dan menjadi panutan adik-adik Lita
nanti. Tapi ayah tidak berhak mengambil kebahagiaan Lita. Lita berhak mengambil
keputusan itu jika memang Lita sudah siap, jika memang Lita siap berbakti pada
seorang lelaki pengganti ayah nantinya”. Ayah menjelaskan dengan penuh kasih
sayang. Lita kaget bukan main mendengar penjelasan ayah tadi. Ayah yang selama
ini terlihat keras di depannya, tiba-tiba berkata sedemikian lembut menjelaskan
pernyataan dari hatinya. Sungguh saat itu, sulit rasanya menahan air mata dan
rasa ingin memeluk ayah. Kemudian, ayah melanjutkan kata-katanya.
“Ayah
tahu, Lita mengenal pemuda tadi. Pemuda yang memperkenalkan dirinya dengan nama
Arifin. Kakak kelas Lita dulu di SMA, sore ini ia membuat janji untuk bertemu
ayah dan melamar Lita”. Mendengar pernyataan ayah Lita sangatlah kaget. Semua
yang ia sangka sore itu salah besar, ternyata mereka datang bukan untuk
mewakili Irfan melamar Lita, tapi ternyata Kak Arifin yang melamar Lita.
Bingung rasanya saat itu, kenapa semua ini jadi semakin rumit? Semakin sesak
dadanya mengetahui ini semua. Hanya bisa diam tanpa kata.
“Untuk
itu, ayah memberi Lita waktu untuk berfikir dan menjawab semua niat baik nak
Arifin ini. Ayah tahu, Lita sudah dewasa untuk mengambil keputusan besar dalam
hidup Lita”. Ayah mengelus kepala Lita dengan lembut. Bingung bagaimana
menyampaikan ke ayahnya kalau sudah ada yang ingin melamarnya sebelum kak
Arifin, yaitu adiknya sendiri, Irfan.
***
“Ya
Allah, salahkah caraku selama ini? Salahkah jika aku hanya ingin menjaga
ukhuwah ini dengan cara menjadi teman curhatnya? Salahkah jika aku akhirnya
bingung memilih antara keduanya? Salahkah jika perasaan ini timbul melalui caraku menghadapinya? Aku mencintai salah satunya tapi tidak ingin menyakiti
satunya lagi.. Engkau yang Maha membolak balikan hati manusia, aku bingung
harus bagaimana? Tunjukan jalan yang terbaik padaku ya Allah. Apakah aku harus
memilih salah satu dari mereka dan mengikuti perasaan duniawi? atau memilih yang satunya karena caranya melamarku yang lebih ahsan? Atau bahkan tidak keduanya?” Semua kebingungan ini ia tuangkan dalam do'a malamnya. Sudah 2 minggu ini ia sholat istikharah tapi tetap saja
belum mendapat jawaban. Tak ada tanda-tanda untuk memilih salah satunya, antara
Irfan dan Arifin. Lita hanya bisa menjauh untuk sementara dari keduanya. Ia
menghilang dari kepemimpinannya saat ini. Tiap hari setelah jam kuliah selesai,
ia segera pulang ke rumah untuk menenangkan diri dan belajar dari pengalaman
selama ini.
***
“Ayah,
aku sudah mengambil keputusan untuk tidak menerima kedua lamaran ini”. Kata
Lita dengan tenang saat makan malam bersama di meja makan.
“Kedua?
Ayah cuma menyuruhmu memilih menerima nak Arifin atau tidak, maksudmu ada lagi
selain Arifin?”. Ayah heran. Lita baru sadar kalau ia belum menceritakan sms
Irfan pada ayahnya.
“Ia
ayah, Irfan adik Kak Arifin juga melamar Lita lewat sms. Malam hari sebelum Kak
Arifin datang ke rumah. Dan selama ini ia menunggu jawaban Lita pula” Lita menarik
nafas panjang.
“Keputusan Lita sudah bulat. Lita
ingin melupakan semua masalah ini dulu. Lita tahu selama ini Lita telah salah
menghadapi sms Ikhwan. Saat amanah itu tiba, dan Irfan menjadi patner kerja
Lita, terkadang Lita berfikir dengan cara sering berkomunikasi, amanah ini bisa
berjalan dengan baik. Tapi ternyata semua ini menimbulkan suatu efek samping
yang menyedihkan. Mengenai Kak Arifin, untuk saat ini Lita ingin kembali
memperbaiki diri dahulu. Walau Kak Arifin datang dengan niat yang baik, tapi Lita tidak ingin memilih salah satunya dan menyakiti
satunya lagi”. Jelas Lita sungguh-sungguh.
“Ayah menerima keputusan Lita saat
ini. Semoga Lita bisa belajar dari pengalaman ini yah. Memang banyak cobaan di
medan da’wah. Kadang kau harus lebih tegas menghadapinya. Ambil hikmah dari
kejadian ini. Jangan sampai cinta sesaat membuat Lita yakin akan kebahagiaan
yang sesungguhnya. Carilah jalan yang terbaik dalam menghadapi cinta. Seperti
Fatimah putri rosul dan Ali. Dimana cintanya dipertemukan setelah keduanya
terikat dalam tali yang halal”. Ayah mengelus kepala anak perempuanya dan
merasa puas dengan semua keputusan putrinya. Membiarkan Lita yang memilih jalan
hidup yang terbaik menurutnya dan tak lupa Ayah terus mendoakan.
“Terimakasih Ya Allah, telah
memberikanku pelajaran dari 2 cinta ini. 2 cinta yang membuatku menyadari semua
kelemahanku dan belajar untuk bisa menjadi hambaMu yang sempurna, belajar
menyempurnakan ibadahku dan amalku di dunia ini. Semoga aku bisa istiqomah
dalam mengambil keputusan ini”. Ucap Lita, bersyukur dalam hati. Rasanya semua
menjadi tenang kembali, setelah Lita yakin dengan pilihannya itu. Mungkin
inilah cara Allah menjawab rintihannya saat sholat istikharah, Ia memberikan
ketenangan dalam hati Lita.
Semua kembali normal. Irfan dan
Arifin belajar menerima keputusan Lita. Semua yang didasari dengan proses yang
kurang baik akan berakhir kurang baik pula. Maka hati-hatilah menghadapi sms
yang tidak seharusnya. Cinta itu fitrah manusia, tidak ada yang salah dari rasa
cinta, yang salah selama ini adalah cara kita menghadapi cinta. Tetaplah yakin
dengan janji Allah, seseorang yang baik akan disandingkan dengan orang baik
pula. Teruslah memperbaiki diri untuk mendapatkan yang terbaik.
bagus bagus yun ceritanya :D
BalasHapusngasih pendapat boleh kan? hehe
kayaknya bakal lebih bagus kalo ceritanya agak dipanjangin, soalnya kurang berasa emosinya. kan lebih menarik tuh kalo kita ikut ngerasa emosi hati si ukhti Lita nya
*just suggestion yuyun :D
btw, follow blog aku juga yaa :D
Siip mbak, udh aku follow mbak...
BalasHapusia mbak, pengennya di panjangin, tapi nanti malah jadi bertele2..ini aja udh 5 lembar klo di word-in..hehehe..
Nice blog mbak.. :) curhatnya skrg make bhasa inggris nih,,hehe..
bagus na, aku suka.
BalasHapuskomennya sama kaya ziyah, kurang emosi aja..
:D
dibikin part aja na biar ga terlalu keliatannya.
^^
siip nade.. makasih udh dibaca..
BalasHapusini udah agak aku perbaiki.. moga aja emosinya udah agak masuk..hehe..
judulnya udh diganti juga..hehe