Sabtu, 10 Desember 2011

#cerpen kedua ku..

Dua Cinta yang Menyempurnakanku
Oleh : Yusna Fadliyyah Apriyanti

“Kau sudah ke rumahnya kak?”. Tanya Irfan sinis pada kakaknya
“Ia, alhamdulillah fan. Minta do’anya agar dimudahkan Allah”. Kata kak Arifin dengan tenang.
“Kenapa kau begitu tenang menjawabnya kak? Sementara kau tahu akupun sudah melamarnya”. Tanya Irfan dengan tegas. Dia mulai mengakui kelemahannya. Selama ini ia mengira lewat cara itulah dia bisa mendapatkan Lita, tapi seharusnya ia berani langsung melamar ke ayah lita. Ia mulai mengakui sikapnya yang tidak tegas
“Melamar? Aku tidak tahu kau sudah melamar? Ayahnya tidak pernah bilang kalau sebelumnya sudah ada ikhwan yang melamar anaknya”. Tetap tenang, begitulah Kak Arifin dengan keangkuhannya.
“Aku melamarnya lewat sms, dan kau harus tahu, bahwa hati kita telah terkait. Lihat saja nanti, aku yakin, akulah yang ia pilih”. Jawab irfan dengan percaya diri. Sambil berjalan meninggalkan Kak Arifin yang hanya menanggapi dengan senyuman kecil. Mungkin sedikit kekhawatiran ada dalam hatinya. Dia juga menyukai Lita sejak mereka satu sekolah dulu. Kak Arifin 1 tahun lebih tua dari Lita. Selama ini Kak Arifin hanya diam menanggapi perasaanya yang timbul sejak lama, tapi saat ia tahu adiknya dekat dengan Lita, dia berusaha lebih dulu dari adiknya melamar Lita melewati bantuan ustadznya. Selama ini Irfan tahu tentang perasaan Kak Arifin terhadap Lita, tapi selalu saja ia tepis dan menghiraukan kepedulianya terhadap perasaan kakaknya.
***
            Pagi itu seorang pemuda berdiri di depan pintu masjid sambil memegang HP-nya. Sesekali ia mondar-mandir sambil garuk-garuk kepala, bingung harus memulai percakapan dari mana. Kemudian sesaat ia menarik nafas panjang dan memulai menekan tombol menelfon dengan nama “ukh Lita”. Laki-laki itu adalah Irfan seorang Mahasiswa Baru di Kampus Islam ternama di Indonesia.
“Assalamu’alaikum ukh, ini ana Irfan Mas’ul Forum Angkatan yang kemarin baru dilantik, kira-kira kita bisa rapat kapan untuk membicarakan perihal nama angkatan kita?”. Irfan berdiri tegap, tegang  berusaha menormalkan suara untuk menutupi rasa gugupnya. Ya, bagaimana tidak gugup, ini kali pertama ia harus menelfon seorang akhwat, setelah lama tinggal di pesantren dan jarang sekali berkomunikasi dengan kaum hawa.
Baru saja kemarin setelah mengikuti suatu acara yang diadakan Lembaga Da’wah Kampusnya, ia akhirnya terpilih menjadi Mas’ul (Ketua Putra) pusat dan Lita yang sedang ia hubungi adalah Mas’ulah (Ketua putri) pusat yang menjadi patner kerjanya.
“Wa’alaikumsalam akh, oh ia. Ana insya Allah bisa besok sore, antum bagaimana?”,Jawab Lita dengan tenang.
“Alhamdulillah ana juga bisa, bagaimana kalau nanti kita sms Mas’ul dan Mas’ulah tiap fakultas juga agar bisa ikut berkumpul bersama?”, Ia berusaha semakin tenang, tapi tetap saja badannya semakin tegang.
“Ia usul yang bagus”. Jawab Lita dengan singkat.
“Oke, nanti biar ana yang sms Ma’ulnya, anti bisa kan sms Mas’ulahnya?”. Mendengar jawaban Lita yang singkat hatinya semakin berdetuk kencang, bingung bercampur gugup, sehingga membuat suaranya agak lantang di telefon.
“Insya Allah bisa”. Lita kaget mendengar jawaban Irfan yang agak tegas, dia bingung apakah ia salah bicara? Tapi biarkanlah.
Setelah menutup telefon dengan sebelumnya ditutup dengan salam, Irfan berusaha untuk menenangkan diri dan berfikir, salahkah gaya bicaranya tadi? Berfikir panjang dan akhirnya ia lebih memilih untuk melupakan semuanya dan fokus membuat sms undangan rapat untuk Mas’ul dan Mas’ulah tiap Fakultas.
***
Semuanya berjalan dengan sendirinya, lama-lama Irfan semakin bisa beradaptasi menghadapi ketenangan Lita. Lita pun demikian, yang awalnya menjawab sms seperlunya saja lama kelamaan menjadi lebih care dengan sms-sms dari Irfan. Suka dan duka forum angkatan mereka rasakan bersama. Sering sekali Irfan curhat dan Lita dengan dewasanya memberi solusi atas permasalahan Irfan, begitu pula dengan Lita. Mereka semakin dekat dengan posisi yang menuntut mereka lebih dewasa untuk memimpin semua Mas’ul dan Mas’ulah dari tiap fakultas.
Irfan akhirnya tahu bahwa kakaknya, Arifin, juga menyukai Lita sejak lama. kenyataan itu membuat dia menyesal memilih melanjutkan sekolah ke pesantren, sehingga kakaknya bisa mengenal Lita lebih dulu. Hingga akhirnya suatu saat Irfan memberanikan diri untuk menulis pesan :
            .:Assalamu’alaikm wr. wb, teruntuk ukhti solihah yang semoga selalu dalam lindungan Allah, dengan niat yang kuat dan sebuah keberanian, ana Irfan Abdullah siap untuk melamar anti. Semoga anti juga bersedia menjadi bukan sekedar patner dalam amanah kampus tapi menjadi patner dalam hidup ana selamanya. Jika anti sudah siap, ana baru akan menemui ayah anti. Semoga niat baik ini dimudahkan oleh Allah.:.
            Sms itu panjang dan cukup menggetarkan hati Lita saat membacanya. Dia memang selama ini sudah belajar menerima Irfan apa adanya, tapi tak pernah terbayangkan kalau keinginan ini akan muncul pada Irfan patner-nya. Bingung harus menjawab apa, ia langsung mematikan hp-nya kemudian berusaha memejamkan mata melupakan kenyatan yang ia hadapi malam itu. sepuluh menit berlalu tapi tetap saja mata itu tertutup getar, ia berusaha keras menutup matanya tapi tetap saja hatinya gusar. Seketika air matanya mengalir perlahan, membasahi kedua pipinya yang sedang menahan sesaknya dada.
“Kenapa semua ini harus dia katakan? Ketika sedang kucoba mengubur semua rasa ini”. Tanyanya dalam hati. Kemudian Lita mengambil air wudhu dan mencoba sholat malam untuk menenangkan dirinya.
***
            Hari itu Lita pulang dari kuliah lebih awal. Dari kejauhan Ia melihat di pintu gerbang rumahnya, ayahnya sedang mengantarkan dua orang lelaki keluar, satu pemuda dan satu lagi laki-laki seumuran dengan ayahnya. Lita berhenti ketika menyadari bahwa pemuda yang sedang diantarkan ayahnya keluar itu Kak Arifin, Kakak dari Irfan.  Jantungnya mulai berdetak kencang, ingin rasanya ia lari saat itu juga, tapi terlambat, Ketiga lelaki itu menyadari kehadiranya. Lita hanya bisa menunduk dan diam. Menyadari kegugupan Lita, ayah tidak segera mengangkat pembicaraan perihal kedatangan kedua lelaki itu, dengan pelan Ia menyuruh Lita masuk ke dalam rumah, setelah memberi salam kepada semuanya.
            Setelah keduanya pergi, ayah memanggil Lita untuk sholat ashar berjamaah. Hari ini hari jum’at, biasanya ayah masih di kantor dan pulang tepat jam 5 sore. Tapi hari ini mungkin menjadi hal yang berbeda buat beliau, entahlah. Hanya mereka berdua yang sholat di musholah rumah. setelah salam, ayah menyuruh Lita untuk tidak pergi dulu hingga ayah selesai berdo’a. Lita menuruti perintah ayahnya, ia tak tahu pasti apa yang ingin dibicarakan ayahnya, tapi Lita yakin, pasti ada kaitanya dengan peristiwa sore ini.
            “Lita sayang, kamu putri ayah yang pertama. Sejujurnya sampai detik ini, ayah masih mengira Lita adalah putri ayah yang masih kecil. Berat rasanya menyadari kenyataan setiap hari Lita tumbuh semakin besar, hingga dewasa sampai saat ini. Dan ketika saat itu tiba, saat ada seorang lelaki yang siap menggantikan ayah, ayah bingung harus berkata apa. Ayah masih ingin Lita menjadi anak yang berbakti pada orang tuanya, membantu Ibu dan menjadi panutan adik-adik Lita nanti. Tapi ayah tidak berhak mengambil kebahagiaan Lita. Lita berhak mengambil keputusan itu jika memang Lita sudah siap, jika memang Lita siap berbakti pada seorang lelaki pengganti ayah nantinya”. Ayah menjelaskan dengan penuh kasih sayang. Lita kaget bukan main mendengar penjelasan ayah tadi. Ayah yang selama ini terlihat keras di depannya, tiba-tiba berkata sedemikian lembut menjelaskan pernyataan dari hatinya. Sungguh saat itu, sulit rasanya menahan air mata dan rasa ingin memeluk ayah. Kemudian, ayah melanjutkan kata-katanya.
            “Ayah tahu, Lita mengenal pemuda tadi. Pemuda yang memperkenalkan dirinya dengan nama Arifin. Kakak kelas Lita dulu di SMA, sore ini ia membuat janji untuk bertemu ayah dan melamar Lita”. Mendengar pernyataan ayah Lita sangatlah kaget. Semua yang ia sangka sore itu salah besar, ternyata mereka datang bukan untuk mewakili Irfan melamar Lita, tapi ternyata Kak Arifin yang melamar Lita. Bingung rasanya saat itu, kenapa semua ini jadi semakin rumit? Semakin sesak dadanya mengetahui ini semua. Hanya bisa diam tanpa kata.
            “Untuk itu, ayah memberi Lita waktu untuk berfikir dan menjawab semua niat baik nak Arifin ini. Ayah tahu, Lita sudah dewasa untuk mengambil keputusan besar dalam hidup Lita”. Ayah mengelus kepala Lita dengan lembut. Bingung bagaimana menyampaikan ke ayahnya kalau sudah ada yang ingin melamarnya sebelum kak Arifin, yaitu adiknya sendiri, Irfan.
***
            “Ya Allah, salahkah caraku selama ini? Salahkah jika aku hanya ingin menjaga ukhuwah ini dengan cara menjadi teman curhatnya? Salahkah jika aku akhirnya bingung memilih antara keduanya? Salahkah jika perasaan ini timbul melalui caraku menghadapinya? Aku mencintai salah satunya tapi tidak ingin menyakiti satunya lagi.. Engkau yang Maha membolak balikan hati manusia, aku bingung harus bagaimana? Tunjukan jalan yang terbaik padaku ya Allah. Apakah aku harus memilih salah satu dari mereka dan mengikuti perasaan duniawi? atau memilih yang satunya karena caranya melamarku yang lebih ahsan? Atau bahkan tidak keduanya?” Semua kebingungan ini ia tuangkan dalam do'a malamnya. Sudah 2 minggu ini ia sholat istikharah tapi tetap saja belum mendapat jawaban. Tak ada tanda-tanda untuk memilih salah satunya, antara Irfan dan Arifin. Lita hanya bisa menjauh untuk sementara dari keduanya. Ia menghilang dari kepemimpinannya saat ini. Tiap hari setelah jam kuliah selesai, ia segera pulang ke rumah untuk menenangkan diri dan belajar dari pengalaman selama ini.
***
            “Ayah, aku sudah mengambil keputusan untuk tidak menerima kedua lamaran ini”. Kata Lita dengan tenang saat makan malam bersama di meja makan.
            “Kedua? Ayah cuma menyuruhmu memilih menerima nak Arifin atau tidak, maksudmu ada lagi selain Arifin?”. Ayah heran. Lita baru sadar kalau ia belum menceritakan sms Irfan pada ayahnya.
            “Ia ayah, Irfan adik Kak Arifin juga melamar Lita lewat sms. Malam hari sebelum Kak Arifin datang ke rumah. Dan selama ini ia menunggu jawaban Lita pula” Lita menarik nafas panjang.
“Keputusan Lita sudah bulat. Lita ingin melupakan semua masalah ini dulu. Lita tahu selama ini Lita telah salah menghadapi sms Ikhwan. Saat amanah itu tiba, dan Irfan menjadi patner kerja Lita, terkadang Lita berfikir dengan cara sering berkomunikasi, amanah ini bisa berjalan dengan baik. Tapi ternyata semua ini menimbulkan suatu efek samping yang menyedihkan. Mengenai Kak Arifin, untuk saat ini Lita ingin kembali memperbaiki diri dahulu. Walau Kak Arifin datang dengan niat yang baik, tapi Lita tidak ingin memilih salah satunya dan menyakiti satunya lagi”. Jelas Lita sungguh-sungguh.  
“Ayah menerima keputusan Lita saat ini. Semoga Lita bisa belajar dari pengalaman ini yah. Memang banyak cobaan di medan da’wah. Kadang kau harus lebih tegas menghadapinya. Ambil hikmah dari kejadian ini. Jangan sampai cinta sesaat membuat Lita yakin akan kebahagiaan yang sesungguhnya. Carilah jalan yang terbaik dalam menghadapi cinta. Seperti Fatimah putri rosul dan Ali. Dimana cintanya dipertemukan setelah keduanya terikat dalam tali yang halal”. Ayah mengelus kepala anak perempuanya dan merasa puas dengan semua keputusan putrinya. Membiarkan Lita yang memilih jalan hidup yang terbaik menurutnya dan tak lupa Ayah terus mendoakan.
“Terimakasih Ya Allah, telah memberikanku pelajaran dari 2 cinta ini. 2 cinta yang membuatku menyadari semua kelemahanku dan belajar untuk bisa menjadi hambaMu yang sempurna, belajar menyempurnakan ibadahku dan amalku di dunia ini. Semoga aku bisa istiqomah dalam mengambil keputusan ini”. Ucap Lita, bersyukur dalam hati. Rasanya semua menjadi tenang kembali, setelah Lita yakin dengan pilihannya itu. Mungkin inilah cara Allah menjawab rintihannya saat sholat istikharah, Ia memberikan ketenangan dalam hati Lita.
Semua kembali normal. Irfan dan Arifin belajar menerima keputusan Lita. Semua yang didasari dengan proses yang kurang baik akan berakhir kurang baik pula. Maka hati-hatilah menghadapi sms yang tidak seharusnya. Cinta itu fitrah manusia, tidak ada yang salah dari rasa cinta, yang salah selama ini adalah cara kita menghadapi cinta. Tetaplah yakin dengan janji Allah, seseorang yang baik akan disandingkan dengan orang baik pula. Teruslah memperbaiki diri untuk mendapatkan yang terbaik.

4 komentar:

  1. bagus bagus yun ceritanya :D

    ngasih pendapat boleh kan? hehe
    kayaknya bakal lebih bagus kalo ceritanya agak dipanjangin, soalnya kurang berasa emosinya. kan lebih menarik tuh kalo kita ikut ngerasa emosi hati si ukhti Lita nya
    *just suggestion yuyun :D

    btw, follow blog aku juga yaa :D

    BalasHapus
  2. Siip mbak, udh aku follow mbak...

    ia mbak, pengennya di panjangin, tapi nanti malah jadi bertele2..ini aja udh 5 lembar klo di word-in..hehehe..

    Nice blog mbak.. :) curhatnya skrg make bhasa inggris nih,,hehe..

    BalasHapus
  3. bagus na, aku suka.
    komennya sama kaya ziyah, kurang emosi aja..
    :D

    dibikin part aja na biar ga terlalu keliatannya.
    ^^

    BalasHapus
  4. siip nade.. makasih udh dibaca..
    ini udah agak aku perbaiki.. moga aja emosinya udah agak masuk..hehe..

    judulnya udh diganti juga..hehe

    BalasHapus