Sabtu, 22 September 2012

My journey in pharmacy part 7

Sudah lama ternyata tidak melanjutkan part ini, Part yang selalu membangun rasa banggaku terhadap takdir yang Allah berikansetiap detiknya

Dengan almamater yang melekat pada diri, kami Mahasiswa Farmasi UIN Syarif Hidayatullah mendapat mata kuliah yang sangat spesial di semester 5 ini. Mata kuliah Kimia Makanan Halal. Ternyata di dunia ini semua mulai abu-abu dalam segi pangan. Makanan siap saji, bahkan bahan makanan mentah yang berada di pasaran. Pantas saja manusianya makin keras kepala, ternyata semua itu bisa bersumber dari apa yang mereka makan.

Apa arti Halal itu? Bahkan semua menjadi abu-abu karena Filosofi halal belumlah terdefinisikan secara jelas, membuat semua bisa memaknainya. Apresiasi untuk Thailand yang sudah memiliki HSC (Halal Science Center) dengan penilitian-penilitianya yang mulai maju, karena pemerintahannya selalu mendukung masyarakat untuk meningkatkan potensi bangsanya. Dimana mereka mulai memperjelas lagi yang mana yang halal dan yang haram. Bahkan di Jepang sendiri, yang mayoritas penduduknya tidak beragama meyakini bahwa hanya makanan halal lah yang baik untuk tubuh, hingga mereka telah memulai penelitian kearah sana..

Apa itu halal? Semua hal yang tidak bertentangan dengan hukum syara (Al-Qur'an dan Hadist). Lalu bila dihadapkan dengan suatu pangan yang belum jelas status kehalalalnya banyak yang beranggapan, cukup dengan membaca basmallah semuanya menjadi aman. Lalu apakah sebuah kebenaran itu akan terus kita tutupi. Justru itulah fungsi adanya mata kuliah ini..

Kimia Makanan Halal membicarakan tentang bagaimana suatu makanan itu dinyatakan halal dan dinyatakan haram. Tapi jangan salah, semua hal yang telah jelas dijabarkan Al-Qur'an tentang mana yang haram tetap akan dikatakan haram tanpa harus ada penelitian tentang kimianya..

Mengapa pangan halal itu penting? karena hanya makanan halal saja lah yang bermanfaat bagi manusia, aman serta baik dikonsumsi oleh tubuh manusia untuk mencapai kemaslahatan manusia itu sendiri.

Hikmah dibalik laranganya? Yang paling pasti adalah menguji keimanan seseorang. Seperti setiap orang yang telah merasakan khamar dan daging babi, mereka selalu mengatakan keduanya sangatlah nikmat, tapi ternyata dibalik kenikmatanya, terdapat banyak hal buruk disebabkanya. Adanya cacing pita di dalam daging babi, karena babi termasuk hewan yang memakan kotoranya sendiri. Rusaknya otak dan bagian tubuh lainya disebabkan khamar,dll. Dan larangan untuk mengkonsumsinya itu telah ditulis dalam firman surat cintaNya.

"Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, niscaya langit dan bumi ini serta makhluk yang didalamnya akan rusak!" (Al-Mu'minun: 71)




Di Indonesia sendiri, Lembaga yang menilai dan menyeleksi makanan halal adalah LPPOM-MUI, dan dari seluruh industri farmasi di Indonesia, hanya 30 % yang sudah memiliki sertifikat halal dan sisanya masih tidak jelas statusnya. Cobalah sesekali berkunjung ke salah satu Industri Farmasi dan tanyakan tentang bahan dasar pembuatan obatnya, mayoritas akan menjawab bahwa "gelatin" untuk membungkus obatnya import, dan di import dari negara non muslim, dan tahukan kalian bahwa Gelatin di luar negri itu 90% berasal dari pangkreas BABI, dan sisanya SAPI, walaupun SAPI yakinkah bahwa hewan itu disembelih dengan nama Allah?

Mengapa semua ini bisa terjadi? Karena belum adanya undang-undang yang mengikat produsen makanan, obat-obatan ataupun kosmetik yang memberikan hukuman ketika barang-barang produksinya belum mendapat sertifikasi halal.

"Mengkonsumsi yang halal dan thayib (baik, aman, higienis) merupakan perwujudan dari ketaqwaan kepada Allah SWT".

Menurut Yusuf Qardhawi, ada 11 prinsip islam tentang pangan halal
1.  Asal tiap-tiap sesuatu adalah mubah
Pada dasarnya semuanya ditetapkan Islam bahwa asal sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali karena ada nas yang dengan tegas dari syar'i yang mengaharamkannya.

"Apa saja yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, maka dia adalah halal dan apa saja yang Ia haramkan, maka itu adalah haram. Sedang apa yang Ia diamkan, maka dia dibolehkan. Oleh karena itu terimalah dari Allah kemaafanya itu, sebab sesnungguhnya Allah tidak akan lupa sedikirpun" Kemudian Rasulullah membaca ayat : dan Tuhanmu tidak lupa (Riwayat Hakim dan Bazzar)

"Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu" (Al An'am:119)

Hadist dan ayat diatas umumnya meliputi soal-soal makanan, perbuatan dan lain-lain.




Berbeda sekali dengan urusan ibadah. Urusan itu semata-mata urusan agama yang tidak ditetapkan, melainkan dari jalan wahyu.


"Barangsiapa membuat cara baru dalam urusan kami, dengan sesuatu yang tidak ada contohnya, maka dia tertolak" (Riwayat Bukhari Muslim)

2. Menentukan Halal-Haram Semata-mata hak Allah
 Dasar kedua bahwa Islam tlah memberikan suatu batas wewenang untuk menentukan halal dan hara, yaitu dengan melepaskan hak tersebut dari tangan manusia.

"Dan jangan kamu berani mengatakan terhadap apa yang dikatakan oleh lidah-lidah kamu dengan dusta, bahwa ini halal dan ini haram, supaya kamu berbuat dusta atas (nama) Allah, sesungguhnya orang-orang yang berani berbuat dusta atas (nama) Allah tidak akan dapat bahagia" (An-Nahl: 116)


3. Mengharamkan yang Halal dan Menghalalkan yang haram sama dengan syirik
"Aku ciptakan hamba-hamba Ku ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya." (Riwayat Muslim)

"Hai orang-orang yang beriman: Janganlah kamu mengharamkan yang baik-baik (dari) apa yang Allah telah halalkan buat kamu, dan jangan kamu melewati batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang suka mlewati batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang suka melewati batas. Dan makanlah sebagian rezeki yang Allah berikan kepadamu dengan halal dan baik, dan takutlah kamu kepada Allah zat yang kamu beriman dengannya" (Al Maidah: 87-88)

4. Mengaharamkan yang halal akan berakibat timbulnya kejahatan dan bahaya
 Karena itu di dalam Islam cara Allah menutupi kesalahan, bukan dengan mengharamkan barang-barang baik yang lain, tetapi ada beberapa hal yang diantaranya ialah:
-Taubatan Nasuha/ Taubat dengan ikhlas
-Dengan mengerjakan amalan-amalan yang baik
-Bersedekah karena shadaqah itu dapat menghapus dosa
-Dengan ditimpa oleh beberapa musibah dan cobaan, dimana keduanya menjadi pelebur dosa-dosanya


5. Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram
"Islam tidak mengharamkan sesuatu kecuali disitu memberikan suatu jalan keluar yang lebih baik guna mengatasi kebutuhanya itu". Allah mengharamkan riba, tapi dibalik itu Allah berikan perdagangan yang membawa untung. Allah menharamkan zina, tapi dibalik itu Allah berikan perkawinan, Allah mengharamkan makanan yang haram, tapi dibalik itu masih banyak makanan yang halal. Sehingga tidak satupun alasan dalam sebuah kesempitan untuk melakukan yang haram.
 

6. Apa saja yang membawa kepada haram adalah haram
Sesuai prinsip yang telah diakui Islam, apabila Islam telah mengharamkan sesuatu, maka wasilah dan cara apapun yang dapat membawa kepada perbuatan haram, hukumnya adalah haram.

Contohnya Allah mengharamkan zina, maka semua pendahulunya adalah haram. Berdua-duaan, minum khamar, merokok, bercampur dengan bebas, nyanyi gila-gilaan dan foto-foto telanjang.

Begitulah, maka semua yang dapat membantu kepada perbuatan haram, hukumnya adalah haram juga. Dan semua yang membantu kepada orang yang berbuat haram, maka dia akan terlibat dalam dosanya juga.

7. Bersiasat terhadap hal yang haram, hukumnya adalah haram
Yaitu suatu rencana atau akal-akalan untuk melakukan hal yang dilarang dengan mengubah baik bentuk dan caranya. Contohnya banyak orang melakukan riba di zaman sekarang namun mengatakan dengan nama jual beli. Ada juga sebuah golongan yang menganggap halal minum arak dengan nama lain.

8. Niat baik tidak dapat melepaskan yang haram
Adapun masalah haram tetap dinilai haram, betapapun baik dan mulainya niat dan tujuan itu. Maka selamanya yang haram itu tidak boleh dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang terpuji. Syariat islam tidak membenarkann prinsip apa yang disebut al-ghuyah tubarrirul wasilah (untuk mencapai tujuan, cara apapun dibenarkan). Sehingga bila seseorang mendapat uang hasil riba, maka walaupun ia gunakan untuk mendirikan masjid, maka tetap saja tidak dapat menjadi syafaat untuknya.

9. Menjauhkan diri dari syubhat karena takut terlibat dalam haram
"Yang Halal sudah jelas dan yang harampun sudah jelas, dianta keduanya itu ada beberapa perkara yang belum jelas (syubhat), banyak orang yang tidak tahu: apakh dia itu termasuk bagian yang halal ataukah yang haram? maka barangsiapa yang menjauhinya karena hendak membersihkan agama dan kehormatannya, maka dia akan selamat, dan barangsiapa mengerjakan sedikitpun daripadanya hampir-hampir ia akan jatuh ke dalam haram, sebagaimana orang yang mengembala kambing di sekitar daerah terlarang, dia hampir-hampir akan jatuh kepadanya. Ingatlah! Bahwa tiap-tiap raja mempunyai daerah larangan. Ingat pula, bahwa daerah larangan Allah itu ialah semua yang diharamkan." (Riwayat Bkhari, Muslim dan Tarmizi dan riwayat ini adalah lafal Tarmizi)

10. Sesuatu yang haram berlaku untuk semua orang
 Haram adalah pandangan syariat Islam mempunyai ciri menyeluruh dan mengusir. Oleh karena itu tidak ada sesuatu yang diharamkan selain orang Arab tetapi dihalalkan buat orang arab, dsb

"Demi Allah! Kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, pasti akan kupotong tanganya" (Riwayat Bukhari)

11. Keadaan terpaksa membolehkan yang terlarang.
Islam pun tetap menghargai keadaan dimana tidak terelakkan untuk melakukan suatu hal yang haram, dalam keadaan yang sangat tidak memungkinkan untuk mencari suatu hal yang halal lagi. Oleh karena itu Allah mengatakan, sesudah menyebut satu-persatu makanan yang diharamkan, seperti: bangkai, darah, dan babi:

"Barangsiapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak segaja dan tidak melewati batas, maka tiada berdosa atasnya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih" (al-Baqarah:173)




Nantikan kelanjutanya di semester 5 ini, selanjunya akan ada pelajaran tentang undang-undang pangan halal, sistem jaminan halal, sistem birokrasi & lembaga sertifikasi, teknologi & kehalalan produk pangan, Analisis titik kritis pangan halal, hingga teknik analisis laboratorium makanan halal... :)
 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar