Selasa, 03 April 2012

#Cerpen Kelima


Makna Cinta yang Mempesona
Oleh: Yusna Fadliyyah Apriyanti
            “Sudah tiga tahun lamanya kita bersama, di hari jadi kita ini, bersediakah engkau menikahiku?”. Tanya Tania dengan mantap saat ditelepon. Entah apa yang membuatnya terburu-buru menanyakan hal ini pada Arga kekasihnya. Baru saja satu bulan setelah mereka lulus SMA dan masuk universitas yang berbeda.
            “Kau meragukan kesetianku Nia?”.Tanya Arga yang dibuat bingung oleh pertanyaanya. Baru tadi siang mereka merayakan hari jadi mereka. Tiba-tiba Tania menguraikan kebahagiaan itu dengan tawaran yang tidak mudah ia terima.
            “Aku hanya ingin masih melihat masa depan, tapi detik ini semua kutawarkan dengan segala asa kepadamu. Aku hanya manusia lemah dengan segala kekurangan. Tak ingin melaknati penciptaan diri, tapi inilah yang terjadi. Aku tunggu jawabanmu setelah tiga hari”. Tania menutup telepon dengan segera. Perlahan matanya mulai meleleh, semua kegelisahan seakan hadir menemani ungkapannya tadi. Allah telah merencanakan semua yang tak mampu ia tolak, perlahan tapi pasti. Semua sesak di dada akhirnya keluar sudah, walau tak janjikan penyelesaian akan luka yang saat ini terbalut mendalam.
***
            Walau bingung, Arga tetap pada keteguhannya untuk tidak menikah di usia dini. Bayangkan, baru saja ia mendapatkan cita-cita terbesarnya menjadi Mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tak segampang itu meruntuhkan semua cita-citanya dengan memenuhi keinginan Tania. Baginya permintaan itu suatu hal yang tidak berlandaskan. Walau sentuhan rasa kesedihan itu tersampaikan, tapi semua itu tertolak dengan logikanya yang mendambakan kesuksesan yang tinggi.
Tania melewati tiga hari dengan pengharapan yang tak kunjung datang. Baginya mudah saja menjelaskan alasannya, tapi tidak untuk orang yang diyakini benar-benar mencintainya. Kini sudah dua malam setelah tawaran itu terucap ia bermunajat dengan Robbnya. Ada secercah harapan yang ia pinta, mendapatkan jawaban atas masalahnya selama ini. Ia yakin seseorang yang sudah 3 tahun mengisi hari-harinya akan datang dan menerima tawarannya itu di esok hari. karena itulah satu-satunya jawaban atas beban yang menungganginya saat ini.
***
            Setelah dua bulan tidak berkomunikasi, tiba-tiba facebook dihebohkan dengan undangan pernikahan Tania. Yah, secepat itu Tania memilih menikah dengan orang lain tanpa sedikitpun meminta izin pada Arga. Kehebohan itu diperkuat dengan datangnya surat undangan di rumahnya. Rasanya semua itu hanya mimpi. Banyak orang yang heran dengan tindakan kilat Tania, apalagi saat di SMA mereka termasuk pasangan serasi yang selalu dibicarakan dimana-mana, karena paras mereka yang tampan dan jelita.
            “Ga, beneran Tania mau nikah?”
            “Ga, lo kok cepet banget putus sama dia?”
            “Gila lo sob, Tania bisa selingkuh di belakang lo?”.
            “Kenapa bisa begini bro? lo g pernah cerita kalau udah putus sama Tania, kalau bilang kan, bisa jadi nama gue yang di undangan”.
            Semua testimoni menghujani mereka, tapi tak ada satupun dari mereka berdua yang menjawab kebingungan semua orang. Arga-pun kaget dibuatnya, bukan ini yang dia harapkan. Dia masih mencintai Tania, dan berhenti menghubunginya sementara karena ingin Tania sadar kalau mereka masih terlalu muda untuk menikah. Berita ini seakan menghancurkan perasaannya, menukik tajam kedalam relung hatinya, dan membuat angannya kembali ke tiga tahun kebersamaan bersama Tania. Mengingat janji-janji yang sudah terlanjur ia lontarkan, dan unkapan niat ingin menikahi Tania setelah menjadi seorang dokter. Mengapa Tania begitu ceroboh menerka perasaan Arga? Arga masih sangat mencintai Tania. Tiga tahun yang tak bisa dengan mudah ia lupakan. Kenangan suka duka bersama, saling mengenal bagai pasangan yang memang sudah disatukan Tuhan.
***
Sore itu, di teras rumah Tania, Ghina sedang duduk menunggu Tania dengan menerka-nerka. Ghina adik perempuan Arga yang hanya berbeda satu tahun dengan Tania.
“Kak Tania, katakan padaku kalau berita itu bohong”. Ghina merampas tangan Tania terburu dan menggenggamnya erat meminta pengakuan. Tania tak bisa menahan buliran air mata yang sesak ia tahan sejak mengetahui kedatangan Ghina. Ghina memang sudah seperti adik kandungnya sendiri. Sulit rasanya jika harus mengulang perasaan masa lalu lagi saat sedang ia coba mengubur rasa.
“Maafkan aku Ghina. Aku tidak bisa berbohong padamu”. Deras sudah air mata mengalir dari keduanya.
“Ia, tapi kenapa kak?”. Ghina kembali menatap lekat Tania, padahal sudah sejak tadi Tania enggan memandang mata itu.
“Suatu hari kau akan tahu, semua ini keputusanku dan kakakmu. Kita berdua. Aku hanya ingin kau tahu Ghina, walau akhirnya aku tidak bersanding dengan kakakmu, jangan pernah menganggapku orang lain. Karena aku akan selalu menjadi kakak perempuanmu”. Tania memeluk erat Ghina. Memang keduanya dekat semenjak Arga menjadi pacar Tania, tapi tidak semudah itu memutuskan tali silaturahmi diantara mereka setelah Tania menikah dengan orang lain nantinya.
***
12 Desember 2012, Akhirnya Tania sah menjadi istri Umar, lelaki yang dipilihnya melewati jalan ta’aruf yang ditawarkan oleh kakak pembimbingnya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk mengenalnya. Karena di ta’aruf tidak butuh banyak pertanyaan yang diajukan. Cukup yang penting dan kembali menyerahkan semua hasilnya pada Allah. Karena Allah lah yang memberikan ketetapan hati pada Tania. Dengan tulus ikhlas sebulan selama penantian selalu ia isi dengan siraman rohani dalam lingkaran ukhuwah. Saudara-saudara yang dengan sabar menuntunnya kembali ke jalan kebenaran. Mengenal lebih dekat dengan Penciptanya. Mengajarinya mengenakan penutup kepala hingga mencapai ketenangan hati. Dengan satu kakak pembimbing yang diakui sudah mumpuni dalam masalah Syariat Islam walau tidak menentang keterbatasannya sebagai manusia biasa. Semua masalah yang ia alami, ia sampaikah juga dan selalu disambut dengan bantuan solusi-solusi yang tak sekedar simpati. Mereka orang-orang yang selama ini menemani Tania dalam meneguhkan iman dan kembali menyerahkan semua masalahnya pada Allah. Hingga akhirnya lewat jalur itulah ia berkenalan dengan Umar.
Lelaki baik yang menerima Tania apa adanya. Ia tak melihat dari perangai karena mereka tetap dipertemukan dalam hijab diantara keduanya. Hanya berbekal biodata dan keyakinan kepada Allah, ia meyakini Tania sebagai jodohnya, setelah melewati proses ta’aruf, nadzar dan akhirnya meng-khitbah-nya. Menanyakan banyak hal tentang Tania melewati teman dekatnya, tidak langsung bertanya. Menghormati Tania dengan segela kerendahan diri. Umar tidak pernah mempermasalahkan masa lalu Tania yang kelam.
Dan terbukti, ternyata lewat jalan ini Tania mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Ia bersyukur masih diberikan kesempatan untuk mendapat hidayah dari-Nya. Tania berusaha menjadi istri yang baik bagi Umar. Tania tetap menjalani kuliahnya dan Umar mengambil magisternya sambil menyambi kerja lain dan menulis.
Setahun kemudian mereka berdua dikaruniai seorang anak perempuan yang manis sebagai syarat Tania terbebas dari belenggu penyakit yang selama ini menungganginya. Semuanya pun kembali normal. “Aku hanya memintanya mengeluarkan ganasnya monster itu dalam rahimku, namun ia lebih memilih dirinya sendiri. Memang inilah jalan hidayahku, terimakasih ya Allah” bisiknya dalam hati. Menciumi buah hati yang menjadi penyelamat hidupnya, setelah memberikan kurma yang sudah ia gigit dibawah lidah si bayi. Umarpun memberi nama anak itu As-Syifa. Karena kehadiranya menyelamatkan insan yang lain.
***
            Sementara itu, Arga menjalani hari-harinya dengan luka mendalam di masa lalu. Kebingungan dan kebodohannya akan keguguhan logika yang sangat menyakitkan. Walau tetap menjalani hidup dalam pengharapan jawaban atas kerikil keniscayaan. Sapaan rasa dan dambaan ekspresi yang tak lagi akan ia miliki. “Apa salahku ya Allah?”Tiba-tiba pertanyaan itu muncul dalam relung kehampaan hati.
            “Kak, ini surat dari kak Tania”. Ghina menghamburkan lamunan Arga.
            “Kenapa baru sekarang kau serahkan ini padaku Ghin?”. Tanya Arga, segera mengambil surat itu dari tangan Ghina dan membacanya.

Assalamu’alaikum wr. wb
            Teruntuk Arga yang telah memberikan pelangi di hari-hariku yang kelam.
            Mungkin selama ini kau bingung dengan keputusanku yang terburu-buru. Atau kau benar-benar menghindariku karena kau ternyata tak seberani yang kubayangkan. Terimakasih atas cinta yang selama ini kau beri. Aku tahu dan aku percaya semua itu asli. Tapi menurutku antara orang berhasil dan gagal hanya ada satu yang membedakan, yaitu keberanian. Masih ingatkah kata-kata terakhirku saat dahulu aku memintamu menikahiku?
“Aku hanya ingin masih melihat masa depan, tapi detik ini semua kutawarkan dengan segala asa kepadamu. Aku hanya manusia lemah dengan segala kekurangan. Tak ingin melaknati penciptaan diri, tapi inilah yang terjadi”
Kau tahu kenapa aku berkata seperti itu ga? Aku sedang menderita kista. Dan dokter menyuruhku untuk segera menikah dan melahirkan seorang bayi agar tumor itu bisa keluar bersama dengan bayi yang akan ku lahirkan nantinya. Aku memikul itu sendiri di usiaku yang belum mencapai 20 tahun. Saat itu hanya kau yang bisa kuharapkan. Disaat 3 hari penantian kau tak kunjung memberi kabar, aku mulai gelisah dan pasrah pada Allah. Aku tahu perasaanmu yang bingung, tapi inilah keputusanku ga. Maafkan aku yang tidak bisa menjelaskan ini sebelumnya.
Saat ini aku sudah bahagia dengan jodoh yang diberikan Allah padaku. Semoga kau bisa menerima semua ini dan Semoga Allah mempertemukanmu dengan orang lain yang lebih baik dariku. Aku hanya manusia biasa yang menjalankan kehidupan sesuai skenarioNya. Maafkan aku..

                                                                                                            Tania
Pecah sudah pertahanannya dalam menahan semua rasa selama ini. Hari ini semua teka-teki itu terjawab sudah. Penyesalan akan keegoisan merasuki relung-relung jiwa dalam menerima pahitnya kenyataan ini.
“Kak Tania menyuruhku memberikan surat ini saat ia sudah melahirkan anak pertamanya kak, maafkan aku”. Ghina hanya bisa menahan semua yang ia saksikan saat itu agar tidak menambah luka di hati kakaknya.
“Ia Ghina, terimakasih. Aku memang bodoh. Kapan Tania melahirkan?”. Arga mencoba menguatkan dirinya.
“Hari ini kak”. Setelah menjawab Ghina langsung pamit dan pergi agar Kak Arga tidak menyadari buliran yang sudah mulai keluar dari matanya.
***
.: Termiakasih atas surat itu, Semoga kau bahagia dengan malaikat kecil baru  yang akan menghiasi harimu. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan pada keluargamu. Do’akan aku sabar dalam menunggu bidadari yang dijanjikan Allah kepadaku:. Sms Arga terakhir untuk Tania.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar