Selasa, 22 November 2011

Belajar dari Semut...



Semut adalah salah satu binatang yang dimuliakan oleh Allah. Walaupun badannya yang kecil dan sangat mudah rapuh, tapi banyak hal yang dapat kita pelajari dari semut. Nabi Sulaiman yang mendapat mukjizat dari Allah dapat berbicara dengan binatang, akan berhenti jika ada semut yang lewat di depannya. Begitulah Islam mengajarkan untuk menyayangi binatang bagaimanapun rupanya.
Pelajaran pertama dari semut adalah semut selalu berhenti sebentar untuk menemui semut lain yang sedang lewat di depannya. Subhanallah, walaupun semut sedang membawa makanan, tetap saja jika bertemu semut yang lain di depannya ia akan berhenti sejenak. Hal itu jarang sekali ditemui di kehidupan manusia saat ini. Semakin serakah dengan hal duniawi menyebabkan sifat individual pada manusia semakin meningkat. Banyak orang yang hanya mau menyapa orang-orang yang dikenalinya saja. Semua muslim adalah saudara, maka dari itu jika bertemu dengan saudara kita dimana saja, cobalah sedikit berhenti dari dunia kita dan sejenak menyapa semua orang yang ada disekitar, tanpa mementingkan apakah kita saling mengenal atau tidak.
Saat ini, mungkin sudah banyak pembatas diantara manusia. Batasan untuk rakyat yang penghasilannya diatas, penghasilannya rata-rata, dan penghasilan di bawah rata-rata. Menyapa menjadi hal yang sulit karena ada batasan ini. Banyak orang yang hanya ingin bergaul dengan sesama golongannya saja. Orang kaya hanya mau bergaul dengan orang kaya, begitu pula orang yang kurang mampu. Bahkan mungkin pejabat-pejabat hanya bergaul dengan sesama pejabat saja. Padahal seperti yang kita sama-sama ketahui, semua orang dimata Allah adalah sama, hanya keimananlah yang dapat membedakannya. Sekarang tinggal kita yang memilih, ingin mulia dimata Allah atau merasa mulia dihadapan manusia?
Pelajaran kedua yang dapat diambil dari semut adalah sifat saling menolongnya. Tak ada batasan dalam sifat tolong menolong baginya. Semut mana saja yang sedang keberatan membawa makanan selalu dibantu oleh semut yang sedang tidak membawa makanan, padahal belum tentu makanan yang ia bantu itu bisa ia nikmati juga.
Kesimpulan dari pelajaran kedua adalah tolong menolong tanpa melihat siapa yang kita tolong. Semakin banyak yang diinginkan manusia saat ini, sehingga membuat tolong menolong semakin tidak akrab. Semakin hari, manusia semakin egois. Saat ini di kota Jakarta contohnya, banyak bangunan megah di mana-mana, hotel, mall, dan gedung lainnya, tapi disisi lainnya, semakin banyak pula masyarakat yang terlantar hidupnya, tidak punya tempat tinggal dan yang mereka lakukakan hanyalah meminta-minta setiap harinya. Ketimpangan ini terjadi karena kedua faktornya tidak saling menolong. Jika pemimpin bisa berlaku adil, sehingga di Indonesia ini khususnya tidak ada perbedaan tahta, mungkin saja kita bisa kembali seperti saat kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, yang baitul mal menjadi sepi, dikarenakan semua masyarakatnya hidup berkecukupan. Wallahu a’lam.
Dua pelajaran dari semut, yang terkadang sering kita lupakan. Hal kecil tapi sangat luas maknanya. Semoga dapat menambah semangat kita untuk memperbanyak amal di dunia hingga nantinya mendapat kedudukan yang tinggi disisi Allah kelak.

                                                                        Oleh: Yusna Fadliyyah Apriiyanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar