Semut adalah salah satu binatang yang
dimuliakan oleh Allah. Walaupun badannya yang kecil dan sangat mudah rapuh,
tapi banyak hal yang dapat kita pelajari dari semut. Nabi Sulaiman yang
mendapat mukjizat dari Allah dapat berbicara dengan binatang, akan berhenti
jika ada semut yang lewat di depannya. Begitulah Islam
mengajarkan untuk menyayangi binatang bagaimanapun rupanya.
Pelajaran pertama dari semut adalah
semut selalu berhenti sebentar untuk menemui semut lain yang sedang lewat di
depannya. Subhanallah, walaupun semut sedang membawa makanan, tetap saja jika
bertemu semut yang lain di depannya ia akan berhenti sejenak. Hal itu jarang
sekali ditemui di kehidupan manusia saat ini. Semakin serakah dengan hal duniawi menyebabkan sifat individual pada manusia semakin meningkat. Banyak orang yang hanya mau
menyapa orang-orang yang dikenalinya saja. Semua muslim adalah saudara, maka
dari itu jika bertemu dengan saudara kita dimana saja, cobalah sedikit berhenti
dari dunia kita dan sejenak menyapa semua orang yang ada disekitar, tanpa
mementingkan apakah kita saling mengenal atau tidak.
Saat ini, mungkin sudah banyak
pembatas diantara manusia. Batasan untuk rakyat yang penghasilannya diatas,
penghasilannya rata-rata, dan penghasilan di bawah rata-rata. Menyapa menjadi
hal yang sulit karena ada batasan ini. Banyak orang yang hanya ingin bergaul
dengan sesama golongannya saja. Orang kaya hanya mau bergaul dengan orang kaya,
begitu pula orang yang kurang mampu. Bahkan mungkin pejabat-pejabat hanya
bergaul dengan sesama pejabat saja. Padahal seperti yang kita sama-sama
ketahui, semua orang dimata Allah adalah sama, hanya keimananlah yang dapat
membedakannya. Sekarang tinggal kita yang memilih, ingin mulia dimata Allah
atau merasa mulia dihadapan manusia?
Pelajaran kedua yang dapat diambil
dari semut adalah sifat saling menolongnya. Tak ada batasan dalam sifat tolong
menolong baginya. Semut mana saja yang sedang keberatan membawa makanan selalu
dibantu oleh semut yang sedang tidak membawa makanan, padahal belum tentu
makanan yang ia bantu itu bisa ia nikmati juga.
Kesimpulan dari pelajaran kedua adalah tolong menolong tanpa melihat siapa yang kita tolong. Semakin banyak yang diinginkan manusia saat ini,
sehingga membuat tolong menolong semakin tidak akrab. Semakin hari, manusia
semakin egois. Saat ini di kota Jakarta contohnya, banyak bangunan megah di
mana-mana, hotel, mall, dan gedung lainnya, tapi disisi lainnya, semakin banyak
pula masyarakat yang terlantar hidupnya, tidak punya tempat tinggal dan yang
mereka lakukakan hanyalah meminta-minta setiap harinya. Ketimpangan ini terjadi
karena kedua faktornya tidak saling menolong. Jika pemimpin bisa berlaku adil,
sehingga di Indonesia ini khususnya tidak ada perbedaan tahta, mungkin saja
kita bisa kembali seperti saat kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, yang baitul
mal menjadi sepi, dikarenakan semua masyarakatnya hidup berkecukupan. Wallahu
a’lam.
Dua pelajaran dari semut, yang
terkadang sering kita lupakan. Hal kecil tapi sangat luas maknanya. Semoga dapat
menambah semangat kita untuk memperbanyak amal di dunia hingga nantinya
mendapat kedudukan yang tinggi disisi Allah kelak.
Oleh: Yusna Fadliyyah Apriiyanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar